Saran Pencarian

Kamu Karyawan harus baca ini: Karyawan juga bisa kaya




 Rahasia Menjadi Kaya

Sebagai Seorang

Karyawan


“Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya?”

Pertama-tama, mungkin Anda kaget membaca judul buku ini.

Ya, buat saya, memang tidak mudah memberikan pernyataan menantang seperti itu,

apalagi kalau harus saya tulis di sampul buku. Akan tetapi, harus kita akui, beberapa

tahun terakhir ini, masyarakat kita seperti dibombarbir pernyataan-pernyataan yang

memekakkan telinga seperti ini:

“Jangan mau seumur hidup jadi orang gajian ...”

“Mau kaya? Jangan jadi karyawan ...”

“Buka Usaha Sendiri adalah kunci menuju kekayaan ...”

“Kerja jadi karyawan mah gak akan bisa kaya ...”

“Penghasilan gue sih segini-segini aja. Nggak akan pernah bisa gede. Maklum, kuli

...”

... dan seterusnya.

Kalau Anda perhatikan, pernyataan-pernyataan tersebut kebanyakan diungkapkan

oleh mereka yang ingin memotivasi Anda bahwa kalau mau kaya, Anda harus

mempunyai usaha sendiri.

Bahkan, bukan satu dua kali saya melihat buku-buku yang membahas pentingnya

Anda membuka usaha sendiri kalau ingin kaya.

Saya tidak melihat satu pun karyawan yang mencoba membantah opini itu secara

terang-terangan di ruang publik, baik berupa pemikiran di media cetak, media

elektronik maupun di buku seperti yang akhirnya saya tulis sekarang.

Kebanyakan mereka hanya diam, bahkan mungkin setuju dengan penyataan itu.

Nah, repotnya, bagi kebanyakan orang sulit untuk tidak mendapatkan penghasilan

kalau tidak menjadi karyawan. Banyak di antara mereka yangò walaupun memiliki

modal untuk bisa buka usahaò lebih memilih bekerja sebagai karyawan agar bisa


Rahasia Menjadi Kaya ... iii

mendapatkan penghasilan rutin dan tetap. Banyak dari mereka yang memutuskan

menjadi karyawan karena merasa tidak mempunyai bakatò bahkan tidak mempunyai

keinginanò untuk membuka usaha. Menjadi karyawan, bagaimanapun, adalah

keinginan terbesar yang muncul pada sebagian besar orang di perkotaan bila ingin

mendapatkan penghasilan.

Bahkan mereka yang lulusan dari perguruan tinggi terkenal pun sering kali tidak ingin

menjadi pengusaha; mereka hanya ingin bekerja sebagai karyawan.

Saya tahu ada banyak motivasi yang diberikan orang-orang di sekitar Anda tentang

pentingnya Anda membuka dan menjadi owner dari usaha milik Anda sendiri.

Terhadap keinginan itu, saya hanya ingin mengatakan bahwa kalau Anda memang

mau menjadi pemilik usaha, ya nggak apa-apa. Namun, tidak ada salahnya juga ‘kan

kalau Anda tetap memutuskan untuk menjadi karyawan?

Iya dong. Menjadi karyawan adalah pilihan yang harus dihormati. Logikanya saja

deh, kalau tidak ada orang yang mau jadi karyawan di dunia ini, siapa yang akan

menjalankan bisnis? Tidak ada, kan? Jadi, kalau Anda seorang karyawan, jangan mau

terprovokasi tentang tidak perlunya menjadi karyawan lama-lama. Oleh karena,

bagaimanapun, karyawan dan pengusaha adalah mitra yang sama-sama menjalankan

bisnis.

Cuma saja, karyawanò tentu sajaòmemiliki hak yang berbeda dengan si pengusaha. Si

pengusaha, yang biasanya pada awalnya juga menjadi pimpinan di perusahaan

tersebut, berhak memecat si karyawan, sementara si karyawan tidak berhak memecat

bosnya.

Satu lagi, banyak pendapat di luar sanaò terutama di kalangan wiraswastawanò yang

sering kali “melecehkan” pekerjaan sebagai karyawan. Pelecehan utamanya adalah

bahwa dengan menjadi karyawan Anda tidak akan pernah bisa kaya.

Huh, kata siapa?

Pertanyaan saya, pernahkah Anda melihat karyawan yang kaya? Jangan bilang tidak

pernah. Saya pernah melihatnya. Bahkan sering. Bukan satu dua kali saya melihat ada

banyak karyawan yang bisa hidup makmur, dan tetap menjadi karyawan sampai

pensiun. Sebaliknya, banyak juga di antara karyawan yang kebetulan belum makmur,

kemudian mereka datang ke kantor kami, berkonsultasi, dan setelah itu, dalam

beberapa tahun ia mulai bisa menumpuk kekayaan satu demi satu. Dari sinilah saya

lalu berani mengeluarkan kesimpulan: “Jadi karyawan juga bisa kaya ....”


***


Sebelum memberi tahu bagaimana caranya seorang karyawan bisa mencapai

kekayaan, saya ingin memberi tahu terlebih dahulu tentang kesalahpahaman yang

selama ini terjadi di masyarakat kita. Bahkan, kesalahpahaman ini kadang-kadang

melekat dan tertulis pada kebanyakan buku wirausaha yang sering kali menyarankan

orang untuk tidak menjadi karyawan kalau ingin kaya. Apa itu? Yaitu, banyak orang

yang menyamakan kata “kaya” dengan “penghasilan tinggi”.

Kalau orang mengatakan bahwa “Jika Anda mau kaya, jangan jadi karyawan”,

maksud sebenarnya adalah bahwa “Kalau Anda mau penghasilan tinggi, ya jangan

jadi karyawan karena penghasilan Anda biasanya terbatas dan dijatah oleh orang lain.


Rahasia Menjadi Kaya ... iv

Dengan demikian, kalau menunggu penghasilan Anda tinggi mungkin masih akan

sangat lama.”

Lihat bedanya? “Penghasilan Tinggi” adalah bahwa Anda mendapatkan uang masuk

(cash flow) yang besar setiap bulan, sedangkan “Kaya” adalah seberapa banyak Anda

bisa menyisihkan, menyimpan, dan menumpuk aset dari penghasilan yang Anda

dapatkan. Jadi, perbedaannya: kata “Penghasilan Tinggi” berhubungan dengan cash

flow, sementara kata “Kaya” berkaitan dengan seberapa banyak aset yang bisa Anda

dapatkan dari penghasilan tinggi itu.

Nah, masalahnya, dari pengalaman saya, sering kali “penghasilan tinggi” tidak

menjamin Anda bisa “kaya”. Saya sering melihat ada banyak orang yang punya

penghasilan tinggi, bahkan sangat tinggi, entah di kantor atau di bisnisnya, tapi karena

dia tidak bisa mengelola uangnya (entah karena boros atau karena nggak pinter

mengelola), dia tidak juga kaya. Sebaliknya, saya sering melihat ada banyak orang

yang penghasilannya terbatas, tapi karena dia pintar mengelola, dia bisa hidup kaya

dan makmur.

Contohnya, banyak pengusahaò sekali lagi, pengusahaò yang biarpun punya

pemasukan besar dari usahanya, tetapi hidup sangat boros. Akhirnya, ia tidak pernah

bisa memiliki aset apa-apa dan tidak pernah bisa “Kaya” karena penghasilannya selalu

habis. Sebaliknya, banyak karyawanò sekali lagi, karyawanò yang penghasilannya

terbatas, tapi karena dia bisa mengelola penghasilan dengan sangat baik, dia bisa

mengembangkan uangnya yang sedikit itu menjadi besar dan akhirnya bisa “kaya”. Di

usia tua, dia malah bisa hidup makmur.

Kesimpulannya?

“Karyawan memang memiliki keterbatasan dalam hal penghasilan. Namun, untuk

menjadi kaya, Anda tidak perlu harus menunggu sampai punya penghasilan besar.

Anda tetap bisa kaya berapa pun penghasilan Anda karena kemampuan Anda

mengumpulkan kekayaan tidak dilihat dari berapa besarnya penghasilan, tapi dari

bagaimana Anda mengelola penghasilan itu.”

Mantaaap.

Jadi, mulai sekarang, kalau Anda kebetulan berprofesi sebagai seorang karyawan,

jangan lagi pernah minder kalau bertemu dengan teman Anda yang pengusaha. Teman

Anda yang pengusaha mungkin saja punya penghasilan yang besar dan tidak terbatas

hingga bisa berkali-kali lipat penghasilan Anda sebagai karyawan.

Namun, kalau dalam soal mengelola penghasilan, dia belum tentu lebih baik dari

Anda sehingga bisa saja Anda-lah yang lebih kaya dalam soal finansial daripada

teman Anda yang pengusaha itu. Banyak koq karyawan yang sudah bisa mencapai

banyak hal dalam hidupnya, seperti rumah sendiri, kendaraan sendiri, tabungan,

deposito, dan sejumlah investasi lain, sementara temannya yang pengusaha yang

usianya sama dan sudah lama menjalankan usahanya belum mencapai apa-apa dalam

hidupnya, padahal penghasilan usahanya cukup besar.

Jadi, bedakan antara “kaya” dan “penghasilan tinggi”. Itu adalah 2 hal yang sangat

berbeda.

Anda tetap bisa kaya walaupun bekerja sebagai seorang karyawan. Asyik, kan?


Rahasia Menjadi Kaya ... v


***


Sekarang, beberapa dari Anda mungkin bertanya: “Bagaimana caranya saya bisa

menumpuk kekayaan kalau penghasilan sebagai karyawan di kantor tidak besar?”

Jangan kaget, dari pengalaman saya memberikan materi tentang pengelolaan

keuangan, ada 3 pemikiran yang harus Anda miliki sebagai seorang karyawan:

1. Berapa pun gaji yang diberikan perusahaan kepada Anda, tidakòsekali lagi

tidakòmenjamin apakah Anda bisa menumpuk kekayaan. Kalau penghasilan

Anda sekarang Rp.2 juta per bulan, Anda pikir hidup Anda akan lebih baik dan

Anda bisa menumpuk kekayaan kalau perusahaan Anda memberikan gaji Rp.5

juta per bulan? No way, Maan ...

Belum tentu. Anda sering dengar nggak: ada banyak orang yang bolak-balik

pindah perusahaan hanya karena mengejar gaji yang lebih tinggi? Kenyataannya,

setelah ia pindah dan punya gaji yang lebih besar, gajinya teteeeeup saja habis

tanpa ada kekayaan yang bisa ditumpuk. Ini karena berapa pun gaji yang Anda

dapat, tidak menjamin apakah Anda bisa menumpuk kekayaan, yang menjamin

adalah bagaimana cara Anda mengelola gaji tersebut, termasuk kalau gaji itu

benar memang ngepas dengan kondisi Anda sekarang.

2. Jangan selalu menjadikan kondisi Anda di rumahòentah Anda banyak

tanggungan, banyak utang, atau borosòsebagai alasan untuk selalu minta

naik gaji. Tahu nggak, kalau Anda mendapat gaji dengan jumlah angka tertentu,

pastilah perusahaan Anda sudah memiliki hitungan sendiri terhadap besarnya

jumlah gaji yang diberikan.

Contoh ya: kalau perusahaan memberikan gaji pada Anda sebesar Rp.2 juta per

bulan, angka itu adalah angka yang memang sudah disesuaikan dengan jabatan

dan daftar pekerjaan (job description) yang harus Anda lakukan setiap harinya.

Perusahaan tidak akan memberi Anda gaji yang juga lebih besar hanya karena

Anda belum punya rumah, belum punya motor, dan selalu kehabisan uang di

tengah bulan.

Perusahaan hanya akan memberi Anda gaji sesuai dengan job description Anda,

bukan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di rumah Anda. Artinya, kalau anda

merasa bahwa gaji Anda koq sepertinya nggak cukup untuk membiayai keluarga

Anda yang anaknya banyak, yah, itu bukan salah perusahaan Anda. Toh ketika

anda menambah anak, Anda nggak minta izin dulu ‘kan ke perusahaan?

3. Menjadi kaya bergantung 100% pada apa yang Anda lakukan terhadap

keuangan Anda, tidak selalu pada apa yang diberikan perusahaan kepada

Anda. Ya, dalam soal menumpuk kekayaan: you are on your own. Itu urusan

Anda sepenuhnya. Menjadi kaya bergantung pada apa yang Anda lakukan, dan

tidak selalu pada apa yang diberikan perusahaan kepada Anda. Memang sih, akan

enak memang kalau perusahaan memberikan banyak hal kepada Anda sebagai

karyawannya. Akan tetapi, kalau Anda mau kaya, itu semua bergantung pada apa

yang Anda lakukan terhadap penghasilan dan fasilitas yang Anda dapatkan.

Saya sering kali melihat ada banyak orang yang pindah kerja, berharap gaji yang


lebih besar dengan harapan untuk jadi kaya, tapi ia sendiri tidak melakukan apa-

apa untuk bisa menjadi kaya. Ia tidak berusaha untuk jadi lebih hemat, ia tidak


berusaha untuk menambah pengetahuannya agar bisa jadi kaya, ia tidak berusaha


Rahasia Menjadi Kaya ... vi

mengetahui apa cara yang baik dalam mengelola gajinya, dan tidak berusaha

untuk berubah. Ia hanya meloncat dari satu perusahaan ke perusahaan lain untuk

mendapatkan gaji yang lebih besar agar bisa jadi kaya. Kenyataannya, untuk

menjadi kaya sepenuhnya bergantung pada Anda, tidak selalu pada apa yang

diberikan perusahaan kepada Anda.

Itulah 3 hal yang harus ada di pikiran Anda sebelum memutuskan untuk menjadi kaya

sebagai seorang karyawan.


Bagaimana Caranya?

Banyak orang yang bertanya ke saya: “Pak Safir, kayaknya kok nggak mungkin ya

kita bisa jadi kaya dengan menjadi seorang karyawan? Kalau kaya karena profesinya

pengusaha sih mungkin-mungkin saja. Itu masuk akal. Tetapi, sebagai karyawan?

Memang sih saya pernah melihat ada yang bisa kaya. Tetapi bagaimana caranya kalau

jabatan si karyawan di perusahaan tidak tinggi-tinggi amat? Apa bisa?”

Jawab saya: “BISA ...!”

Rahasianya sebetulnya adalah dengan memaksimalkan penghasilan yang Anda

dapatkan. Saya kasih contoh ya: misalkan saja penghasilan Anda sebulanò katakan

sajaòRp.1,5 juta. Anda berkeluarga dengan 1 orang anak. Nah, rahasia untuk bisa jadi

kaya sebetulnya adalah dengan bertanya kepada diri Anda sendiri, seberapa besar dari


Rp.1,5 juta tersebut setiap bulannya yang bisa Anda sisihkan di luar pengeluaran-

pengeluaran Anda? Nantinya, bagian yang disisihkan ini harus diputar sedemikian


rupa sehingga nantinya bisa menjadi aset dan membantu Anda menjadi kaya.

Aset di sini maksudnya tentu saja aset yang kelak nantinya bisa memberikan

penghasilan buat Anda. Jadi, di luar gaji, kelak nanti Anda juga akan mendapatkan

penghasilan yang sifat nya pasif dari aset tersebut, yaitu penghasilan yang bisa Anda

dapatkan walaupun Anda diam dan tidak lagi bekerja.

Oke, katakan saja dari Rp.1,5 juta perbulan tersebut Anda mampu menyisihkan

Rp.250 ribu per bulan. Nah, Rp.250 ribu per bulan inilah yang harus Anda putar untuk

bisa dijadikan aset.

Pertanyaannya, bagaimana cara memutar Rp.250 ribu per bulan itu agar bisa

ditumpuk dan dijadikan aset buat Anda kelak? Tentunya ada lagi pelajaran tentang

investasi yang perlu Anda ketahui. Hanya saja, Rp.250 ribu per bulan itu bisa Anda

putar dengan untung yang sedikit atau besar, atau dengan tingkat kecepatan yang

cepat atau lambat. Semuanya kembali kepada Anda.

Sekarang, Anda mungkin akan bertanya: “Kapan bisa kaya kalau jumlah yang diputar

setiap bulan hanya Rp.250 ribu?” Jawab saya: “Anda harusnya bersyukur. Jumlah

Rp.250 ribu per bulan jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Kalau Anda

berprofesi seperti saya, sebagai seorang Perencana Keuangan, Anda akan kaget

karena sering bertemu dengan klien yang punya penghasilan Rp.5ò 10 juta sebulan,

tapi tidak bisa menyisihkan hanya Rp.100 ribu per bulan. Jadi Anda harusnya

bersyukur masih bisa menabung biarpun cuma Rp.250 ribu per bulan. Kenyataannya,

Anda mungkin akan dapat bonus juga setiap tahun. Itu ‘kan bisa jadi tambahan juga

buat Anda”


Rahasia Menjadi Kaya ... vii


Pertanyaan lain: “Gimana cara memutar uang yang hanya Rp.250 ribu per bulan

untuk bisa tumbuh besar dan menjadi aset buat saya kelak?” Jawab saya: “Semua

bergantung pada ke mana Anda memutar uang tersebut. Namun, percayalah, kalau

Anda rutin dan konsisten menyisihkan uang setiap bulan untuk diputar dalam bentuk

investasi, dalam jangka panjang aset Anda tumbuh luar biasa.”

“Walaupun penghasilan Anda sebagai seorang karyawan

umumnya dibatasi, tetapi Anda juga bisa menumpuk

kekayaan bila Anda tahu bagaimana caranya.”


Masalahnya, bagaimana kalau Anda tidak bisa menyisihkan penghasilan untuk

ditabung dan diputar dalam bentuk investasi? Jujur saja, kalau Anda tidak bisa

menyisihkan penghasilan untuk ditabung dan diputar dalam bentuk investasi,

penyebabnya bisa macam-macam. Akan tetapi, apa pun alasannya, berapa pun

penghasilan Anda, harus ada yang bisa disisihkan. Memang, kalau gaji Anda Rp.1,5

juta per bulan dan Anda mencoba menyisihkan uang untuk diinvestasikan, Anda

mungkin tidak lagi bisa hidup dengan Rp.1,5 juta per bulan, tapi lebih rendah dari

jumlah itu. Yaah, anggap saja itu konsekuensi yang harus Anda lakukan untuk bisa

jadi kaya dengan penghasilan yang terbatas.

Itulah sebabnya, pada salah satu kiat di buku ini, akan kita bahas juga tentang

bagaimana Anda bisa mengatur pengeluaran Anda agarò ujung-ujungnyaò Anda bisa

menyisihkan penghasilan untuk diinvestasikan. Tentunya, semakin besar penghasilan

Anda, biasanya sih, harusnya akan jadi lebih mudah bagi Anda untuk meyisihkan

jumlah yang lebih besar lagi. Harusnya ...


3 TRIK UNTUK BISA MENYISIHKAN PENGHASILAN


Pada kenyataannya, saya sering menemukan ada banyak orang yangò walaupun

penghasilannya besarò sering kali kesulitan untuk menyisihkan uang dari

penghasilannya. Bukan satu dua kali saya bertemu dengan orang yang punya gaji

hingga sepuluh juta, bahkan dua puluh juta, tapi teteeeeup saja susah buat mereka

untuk bisa menyisihkan penghasilan agar bisa diinvestasikan dan diputar menjadi

lebih besar lagi.

Oleh karena itu, saya punya 3 trik yang mungkin bisa Anda pakai untuk bisa

menyisihkan penghasilan sebelum penghasilan itu habis Anda pakai.

1. Menabunglah dimuka, jangan dibelakang.

Coba lihat, apakah selama ini Anda selalu menabung di belakang setelah

membelanjakan semua penghasilan Anda? Bila ya, pantas saja Anda jarang bisa

menabung. Kenapa? Oleh karena, uang Anda selalu habis tak berbekas. Maklum,

uang memang lebih enak dipakai daripada ditabung. Ya, kan? Jadi, daripada

ditabung di belakang setelah membelanjakan semua penghasilan Anda, kenapa

tidak mencoba untuk menabung di muka segera setelah Anda mendapatkan

penghasilan? Katakan saja Anda dapat penghasilan tiap tanggal 26 setiap bulan.

Cobalah menabung setiap tanggal 26, 27, atau 28 sebelum Anda memakai

penghasilan itu. “Loh, nanti penghasilan saya habis dong?” begitu mungkin kata

Anda. Ya biar saja, toh Anda sudah sisihkan dulu sebelum penghasilan itu dipakai,

kan? “Lho, nanti uang untuk biaya hidup saya dan keluarga berkurang dong?”


Rahasia Menjadi Kaya ... viii

Hallah, kalaupun penghasilan Anda naik, toh penghasilan itu akan habis juga,

kan? Jadi, sebelum habis, kenapa Anda tidak selamatkan dulu sebagian, daripada

nabungnya di belakang terus habis? Ya nggak?

2. Minta tolong kantor yang memotongnya untuk Anda. Pada beberapa kasus,

Anda mungkin bisa minta tolong kantor Anda untuk memotong penghasilan Anda

dan melakukan proses menabungnya buat Anda.

Saya kasih contoh, kalau Anda punya investasi di reksadana, pembelian reksadana

tersebut harus dilakukan dengan mentransfer uang ke rekening bank kustodian

mereka. Nantinya uang itu oleh mereka dibelikan unit reksadana. Disini, Anda

bisa meminta kantor Anda untuk memotong penghasilan Anda di muka dan

melakukan proses transfer itu sehingga Anda tidak perlu lagi repot-repot

melakukan proses menabung. Toh, Anda tetap menabung di muka, kan?

Pertanyaannya sekarang, memang bisa kantor melakukannya? Bisa dong. Cuma,

Anda harus ngomong dulu ke mereka. Wong kalau anda punya utang ke kantor

saja cara pengembalian yang mereka minta adalah dengan sistem potong gaji,

kan? Kalau mereka bisa memotong gaji Anda untuk menutupi utang yang mereka

berikan buat Anda, apalagi kalau Anda cuma minta kantor melakukan proses

menabung buat Anda? All you have to do is just ask ....

3. Pakai celengan. Eit, jangan kaget, yang namanya celengan itu tidak selalu buat

anak kecil, tapi juga untuk orang dewasa. Bedanya adalah apa yang Anda celeng.

Kalau anak kecil nyeleng koin, entah seratus, lima ratus, atau seribu, Anda bisa

nyelengò katakanò lembaran dua puluh ribu rupiah. Lho, bagaimana caranya?

Gampang: setiap kali Anda mendapatkan lembaran uang dua puluh ribu rupiah,

tetapkan tekad: JANGAN PERNAH MENGGUNAKAN UANG ITU UNTUK

BELANJA. Langsung saja masukkan ke celengan. Jadi, setiap kali bertemu

lembaran uang dua puluh ribu, langsung dicelengin.

Setiap kali bertemu lembaran dua puluh ribu, celeng lagi. Begitu seterusnya. Anda

akan kaget begitu tahu berapa jumlah yang bisa Anda kumpulkan di akhir bulan.

Misalnya, Anda belanja barang senilai Rp.15.000,- dengan menggunakan

lembaran uang Rp.50.000,-. Berarti, Anda akan punya kembalian sebesar

Rp.35.000,-, yang terdiri atas selembar dua puluh ribu dan tiga lembar lima ribu.

Nah, celengin deh uang dua puluh ribu Anda. Anda toh sudah menetapkan tekad

sebelumnya untuk tidak memakai lembaran dua puluh ribu itu, kan?


Sekarang, untuk membentuk aset dan bisa menjadi kaya, apakah semuanya harus

bergantung pada kemampuan Anda dalam menyisihkan penghasilan? Sebenarnya, ada

lagi yang menentukan, yaitu seberapa bergunanya harta yang sudah Anda kumpulkan

dan miliki sepanjang hidup Anda.

Untuk itu, kita akan membicarakannya pada kiat pertama setelah ini, yang akan

disusul dengan kiat-kiat lain yang berguna buat Anda dalam mengelola kekayaan.

Selamat membaca ....


Daftar Isi


Ucapan Terima Kasih i

Rahasia Menjadi Kaya

Sebagai Seorang Karyawan ii


Kiat No. 1 Beli dan Miliki Sebanyak

Mungkin Harta Pr1od u ktif

Kiat No. 2 Atur Pengeluaran An d a11

Kiat No. 3 Hati-Hati dengan Uta n g19

Kiat No. 4 Sisihkan untuk Pos-pos

Pengeluaran di Masa

Yang Akan Datang 28

Kiat No. 5 Miliki Proteks i 36

Kesimpulan 44


Profil Penulis 46


Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin ... 1

KIAT NO. 1

Beli dan Miliki Sebanyak

Mungkin Harta Produktif


ke, saya tidak suka berbasa-basi, kita langsung saja masuk ke Kiat Nomor 1

dalam mengelola gaji Anda sebagai seorang karyawan. Anggap saja Anda

memutuskan membaca buku ini di rumah. Anda duduk di sofa yang nyaman

di depan teve, menyilangkan kaki Anda di atas kursi sambil mulai membaca. Di

samping Anda tersedia segelas minuman yang siap memuaskan dahaga Anda.

Sekarang, saya minta Anda menaruh sebentar buku Anda, dan melihat ke sekeliling

selama 10 detik.

Sudah?

Jika belum, sekali lagi, taruh sebentar buku ini di pangkuan Anda, lalu lihat ke

sekeliling Anda. Saya hanya minta waktu Anda 10 detik untuk melakukannya.

Sudah Anda lakukan?

Oke.

Pertanyaan saya sederhana, barang-barang apa saja yang Anda lihat di depan mata

Anda selama 10 detik tadi?

Mungkin Anda mulai berpikir: sebuah teve, radio tape, perabot rumah, hiasan dinding,

meja makan, dan seterusnya.

Daripada Anda sekadar melihat ke sekeliling selama 10 detik, bagaimana kalau saya

minta Anda melakukan satu hal sederhana berikut: ambil kertas kosong dan pulpen.

Tuliskan barang-barang yang sudah Anda milik di rumah.

Contoh:

teve,

radio tape,

perabot rumah,

hiasan dinding,

meja makan,

dan sebagainya.

Tulislah sekarang! Sebanyak mungkin. Saya beri waktu 10 menit.

O


Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin ... 2


Di bagian atas kertas tersebut, saya minta Anda menuliskan seperti ini:

“Apa yang Sudah Saya Kumpulkan Sampai Saat Ini”

Agak ke bawah, tuliskan:

a. Harta di rumah

Kalau sudah, mungkin di kertas Anda akan tertulis seperti ini:

APA YANG SUDAH SAYA KUMPULKAN SAMPAI SAAT INI

a. Harta di Rumah

Teve

Radio tape

Perabot rumah

Hiasan dinding (5 buah)

Meja makan

Handphone

Sofa (3 buah)

Komputer

Perangkat makan

Ranjang (4 buah)

Perhiasan

Peralatan masak

Busana (banyak sekali)

Kaset dan CD (banyak sekali)

VCD dan DVD (banyak sekali)


Di bawahnya, saya minta Anda menulis seperti ini:

b. Harta tetap

Lalu, di bawahnya tulis:

Rumah (kalau memang rumah yang Anda tempati sekarang adalah rumah

sendiri, bukan mengontrak)

Mobil atau motor (kalau Anda memang memilikinya). Jangan lupa tulis

mereknya.

Sekarang, di kertas Anda mungkin akan tertulis seperti pada dibawah ini:

APA YANG SUDAH SAYA KUMPULKAN SAMPAI SAAT INI

a. Harta di Rumah

Teve

Radio tape

Perabot rumah

Hiasan dinding (5 buah)

Meja makan

Handphone

Sofa (3 buah)


Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin ... 3


Komputer

Perangkat makan

Ranjang (4 buah)

Perhiasan

Peralatan masak

Busana (banyak sekali)

Kaset dan CD (banyak sekali)

VCD dan DVD (banyak sekali)

Setumpuk buku

b. Harta Tetap

Rumah

Mobil Kijang

Motor Yamaha


Sekarang, di bawahnya, saya minta Anda menuliskan seperti ini:

c. Harta di Bank

Lalu, di bawahnya tulis:

Tabungan (sebutkan banknya)

Deposito (sebutkan banknya)

Setelah itu, mungkin di kertas Anda akan tertulis seperti ini:

APA YANG SUDAH SAYA KUMPULKAN SAMPAI SAAT INI

a. Harta di Rumah

Teve

Radio tape

Perabot rumah

Hiasan dinding (5 buah)

Meja makan

Handphone

Sofa (3 buah)

Komputer

Perangkat makan

Ranjang (4 buah)

Perhiasan

Peralatan masak

Busana (banyak sekali)

Kaset dan CD (banyak sekali)

VCD dan DVD (banyak sekali)

Setumpuk buku

b. Harta Tetap

Rumah

Mobil Kijang

Motor Yamaha


Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin ... 4


c. Harta di Bank

Tabungan di BCA

Tabungan di Bank Niaga

Deposito di Bank Mandiri


Kemudian, di bawahnya lagi, saya minta Anda menuliskan seperti dibawah ini:

d. Harta Lain

Di bawahnya, tuliskan harta lain yang Anda miliki kalau memang ada seperti

reksadana, koin emas, dan lain-lain.

Sekarang, di kertas Anda akan tertulis seperti ini.

APA YANG SUDAH SAYA KUMPULKAN SAMPAI SAAT INI

a. Harta di Rumah

Teve

Radio tape

Perabot rumah

Hiasan dinding (5 buah)

Meja makan

Handphone

Sofa (3 buah)

Komputer

Perangkat makan

Ranjang (4 buah)

Perhiasan

Peralatan masak

Busana (banyak sekali)

Kaset dan CD (banyak sekali)

VCD dan DVD (banyak sekali)

Setumpuk buku

b. Harta Tetap

Rumah

Mobil Kijang

Motor Yamaha

c. Harta di Bank

Tabungan di BCA

Tabungan di Bank Niaga

Deposito di Bank Mandiri

d. Harta Lain

Reksadana Pendapatan Tetap (dari Trimegah)


Jangan lupa, kalau Anda mempunyai harta lain seperti tanah atau produk-produk

invesatsi lain, tulis juga. Kalau Anda memiliki bisnis, jangan lupa tulis juga di bagian

Harta Lain itu.


Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin ... 5

Sekarang, saya minta Anda mengambil kertas baru, dan bagi kertas tersebut menjadi

dua kolom sebagai berikut:


Dari dua kolom tersebut, di sebelah kanan atas tulis “HARTA KONSUMTIF”, dan di

kolom sebelah kiri, tulis “HARTA PRODUKTIF”.

Pindahkan daftar harta yang sudah Anda tulis tadi ke dalam kertas baru ini.

Caranya mudah, bila harta yang Anda tulis di kertas pertama tadi tidak memberikan

penghasilan untuk Anda, entah penghasilan bulanan maupun penghasilan berupa

keuntungan bila dijual lagi, tuliskan di kolom sebelah kanan, di bawah tulisan

“HARTA KONSUMTIF”.

Namun, bila harta tersebut memberikan penghasilan kepada Anda, entah bulanan

maupun penghasilan berupa keuntungan bila dijual lagi, tuliskan di kolom sebelah

kiri, di bawah tulisan “HARTA PRODUKTIF”.

Sekadar catatan:

x Untuk Rumah, bila rumah tersebut Anda tempati, masukkan di kolom sebelah

kanan, di bawah Harta Konsumtif.

x Untuk Tabungan, kalau tabungan itu sering Anda ambil untuk belanja atau

keperluan konsumtif, anggap saja Harta Konsumtif. Kalau tabungan itu tidak

pernah diambil, bolehlah Anda masukkan ke Harta Produktif (biarpun

produktif nya tidak seberapa sekarang).

Mari kita lihat kertas Anda yang kedua setelah Anda melakukan apa yang saya minta.

HARTA PRODUKTIF HARTA KONSUMTIF

Tabungan di Bank Niaga

Deposito di Bank Mandiri

Reksadana Pendapatan Tetap (dari

Trimegah)


Teve

Radio tape

Perabot rumah

Hiasan dinding (5 buah)

Meja makan

Handphone

Sofa (3 buah)

Komputer

Perangkat makan

Ranjang (4 buah)

Perhiasan

Peralatan masak

Busana (banyak sekali)

Kaset dan CD (banyak sekali)

VCD dan DVD (banyak sekali)


Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin ... 6

Setumpuk buku

Rumah

Mobil Kijang

Motor Yamaha

Tabungan di BCA (untuk belanja)


Hitunglah jumlah pos di kolom sebelah kanan dan di kolom sebelah kiri. Betul, di

kolom sebelah kanan ada 20 pos, di sebelah kiri hanya tiga pos.

Pada seminar yang saya bawakan, saya sering melakukan permainan di atas dan

menemukan perbandingan 3:20 adalah perbandingan yang sangat biasa. Perbandingan

tersebut kadang-kadang bisa jadi 2:20 atau 1:20. Jangan kaget kalau perbandingan

tadi kadang-kadang bisa 0:20 alias orang tersebut tidak pernah menabung.

Berapa tahun sih Anda bekerja dan mendapatkan penghasilan; 5 tahun? 10 tahun?

Atau mungkin sudah 15 tahun? Gila, 15 tahun bekerja, tapi sampai sekarang harta

produktif Anda baru 2ò3 pos.

Kebanyakan dari kita tidak menyadari bahwa setiap bulan kita lebih banyak membeli

barang yang termasuk harta konsumtif. Bahkan, kalau Anda perhatikan, setiap tanggal

muda setelah menerima gaji, orang selalu memenuhi mall, plaza, atau pusat


perbelanjaan hanya untuk menambah barang-barangndi rumahnya, entah itu betul-

betul diperlukan atau tidak. Ya, mall dan pusat perbelanjaan memang menjadi sentra


barang-barang konsumtif, dan sadar atau tidak, kita selalu pergi ke situ tanpa pernah

berusaha memiliki harta produktif.

Mungkin Anda berkata, “Iya sih, harta produktif saya cuma tiga, sementara harta

konsumtif saya ada 20. Tapi, dari tiga yang produktif itu kan besar-besar angkanya.”

Benarkah angkanya memang besar? Kalau benar syukuur... Jangan lupa bahwa kita

tidak berbicara angka di sini, tapi berbicara tentang jumlah pos Harta produktif yang

Anda punya. Nah, dengan perbandingan jumlah pos yang sangat berbeda, saya ingin

menunjukkan bahwa secara tidak sadar alam bawah sadar kita selalu dipenuhi

keinginan untuk membeli barang-barang yang tidak produktif. Buktinya, Harta

Konsumtif Anda jauh lebih bervariasi daripada Harta Produktif.

“Tapi kan Harta Konsumtif saya berguna,” kata Anda. “Teve, radio tape, kan ada

gunanya ... Teve saya tonton, radio tape saya dengar.”

Betul, ada gunanya, karena itu disebut konsumtif.

Pertanyaannya sekarang, apakah Anda tidak boleh mempunyai barang konsumtif?


Apakah Anda tidak boleh mempunyai teve, radio tape, komputer, busana atau barang-

barang konsumtif lainnya? Atau bahkan apakah Anda tidak boleh bermimpi untuk


mempunyai handphone tipe terbaru yang diiklankan di teve? Boleh-boleh saja, tapi

jangan lupa menumpuk dan menambah koleksi harta produktif, supaya kelak kalau

gaji Anda berhenti, Anda bisa tetap mempunyai penghasilan dari Harta Produktif.


Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin ... 7


Harta yang Bisa Memberikan Penghasilan

Seperti sudah saya utarakan, yang harus Anda lakukan adalah memiliki sebanyak

mungkin Harta Produktif. Bahkan, inilah langkah pertama yang harus Anda lakukan

setelah mendapatkan gaji: menyisihkan sebagian untuk dibelikan Harta Produktif.

Jangan mengira Harta Produktif itu sesuatu yang sangat mahal dan hanya bisa dimiliki

dengan uang sangat banyak. Jangan lupa, produk tabungan di bank pun tergolong

Harta Produktif kalau Anda memakainya untuk investasi dan tidak pernah diambil,

biarpun pada saat ini bunganya kecil.

Apa saja yang bisa yang digolongkan Harta Produktif atau harta yang bisa

memberikan penghasilan untuk Anda? Prinsipnya, hanya ada empat kelompok besar

Harta produktif yang bisa Anda miliki. Kita bisa lihat dibawah ini:

a. Produk Investasi

b. Bisnis

c. Harta yang Disewakan

d. Barang Ciptaan

a. Produk Investasi

Produk investasi adalah salah satu jenis harta yang bisa memberikan penghasilan

kepada Anda, baik penghasilan rutin maupun penghasilan yang hanya sesekali

atau bahkan hanya sekali saja. Produk investasi yang bisa memberikan

penghasilan rutin biasanya berbentuk Produk Investasi Pendapatan Tetap. Produk

ini biasanya memberikan bunga dan jumlah nominal uang yang investasikan tidak

akan berkurang.

Contohnya, deposito di bank. Deposito adalah produk dimana Anda menaruh uang

di bank selama jangka waktu tertentu, kemudian pada saat jatuh tempo Anda akan

mendapatkan bunga dan tidak lupa uang yang Anda taruh di bank akan

dikembalikan. Bagaimana dengan tabungan di bank? Apakah ini juga tergolong

Produk Investasi Pendapatan Tetap? Ya, karena produk tabungan di bank

memiliki prinsip yang hampir sama dengan deposito. Bedanya, pada deposito

uang Anda “dikunci” dan tidak boleh diambil sampai jangka waktu tertentu, dan

pada tabungan uang Anda tidak “dikunci”. Inilah yang membuat produk tabungan

di bank bisa saja digunakan untuk investasi. Hanya saja pada praktiknya, karena

kecilnya bunga dan fleksibilitas dalam pengambilan, orang sering kali tidak lagi

menjadikan produk tabungan di bank sebagai tempat investasi, tapi hanya sebagai

tempat menyimpan. Bila ada rekrening tabungan yang Anda perlakukan seperti

ini, Anda harus menggolongkannya ke dalam Harta Konsumtif.

“Walaupun penghasilan Anda sebagai seorang karyawan

umumnya dibatasi, tetapi Anda juga bisa menumpuk

kekayaan bila Anda tahu bagaimana caranya.”


Selain Produk Investasi Pendapatan Tetap, jenis produk investasi kedua adalah

produk investasi yang memberikan keuntungan dari pertumbuhan, di mana

penghasilan yang Anda dapatkan bukan berasal dari bunga, tapi dari pertumbuhan

nilainya. Artinya, penghasilan yang Anda peroleh dari harta tersebut baru bisa

Anda dapatkan kalau Anda menjualnya. Jadi, penghasilan yang Anda dapatkan

cuma sekali. Contohnya reksadana, emas, saham, tanah, produk-produk investasi

yang sifatnya jual beli.


Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin ... 8

Nah, menariknya, banyak orang yang merasa bahwa Harta Produktif hanya bisa

dimiliki dengan modal besar. Nggak jugalah! Beberapa produk reksadana pada

saat ini sudah bisa dimiliki dengan modal awal hanya dengan beberapa ratus ribu

rupiah. Deposito bisa dimiliki dengan investasi awal yang hanya beberapa juta

rupiah. Koin emas juga bisa dimiliki dengan nilai awal 5 gram. Kalau gaji Anda

terbatas, nggak selalu harus mahal ‘kan untuk bisa memiliki Harta Produktif?

b. Bisnis

Banyak orang menyisihkan gaji setiap bulan untuk dijadikan modal bisnis. Tidak

semua bisnis memerlukan modal besar. Beberapa orang yang datang ke seminar

saya malah mengaku tidak membutuhkan modal besar ketika memulai bisnis.

Bisnis yang bergerak di bidang jasa sering kali tidak membutuhkan modal besar,

kecuali untuk sejumlah peralatan kantor sederhana yang bisa dibeli dengan

menyisihkan sebagian kecil dari gaji Anda selama enam bulan gaji.

Bisnis adalah salah satu Harta Produktif yang bisa Anda miliki. Masalahnya

sekarang, ada banyak orang bisa menyisihkan gaji untuk modal bisnis, tapi masih

saja takut memulai. Saran saya sederhana: mulai saja. Anda tidak akan pernah

tahu bagaimana sebuah bisnis bisa berjalan kecuali Anda memulainya.

Anda mempunyai kendala waktu? Ya, jangan lakukan saat jam kerja. Banyak

orang bisa memulai bisnis dengan berpartner atau menyerahkan pengelolaannya

kepada orang lain. Orang lain itulah yang menjalankan bisnisnya, sementara orang

yang mempunyai modal bisa tetap mencurahkan waktu untuk pekerjaannya.

Sekali lagi, ini memang bukan pekerjaan gampang, tapi Anda tidak akan tahu

kalau tidak mencoba.

c. Harta yang Disewakan

Sebuah Harta Konsumtif, bila Anda menyewakannya dan bisa mendapatkan uang

dari situ, maka bisa disebut Harta Produktif. Harta apa saja yang bisa Anda

sewakan? Banyak. Sebuah rumah bisa disewakan kepada keluarga muda yang

belum mampu membeli rumah sendiri. Mobil Kijang Anda bisa disewakan kepada

tamu hotel yang ingin melakukan perjalanan dalam kota dan membutuhkan

transportasi. Motor Anda bisa disewakan secara bulanan untuk diojek. Bahkan,

Anda bisa membuat gerobak nasi goreng untuk Anda sewakan secara harian

kepada penjual nasi goreng.

Apa yang bisa Anda lakukan sekarang dengan gaji Anda adalah mencoba

menyisihkannya sedikit demi sedikit agar dapat memiliki harta yang kelak bisa

Anda sewakan. Bahkan, kalau mau, jika beberapa dari harta tersebut sudah Anda

miliki di rumah dan kebetulan tidak terlalu sering dipakai, Anda bisa

menyewakannya. Contoh paling mudah adalah motor yang bisa diojekkan atau

komputer di rumah bisa juga Anda jadikan bagian dari usaha rental komputer

Anda.

d. Barang Ciptaan

Barang Ciptaan adalah salah satu Harta Produktif yang bisa Anda buat sendiri.

Banyak orang bisa membuat sesuatu, memproduksinya secara massal (entah

dengan modal sendiri atau modal orang lain), menjualnya dan mendapatkan

royalti. Royalti adalah penghasilan yang umumnya diterima terus-menerus dari

penjualan barang atau sesuatu yang sifatnya ciptaan.


Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin ... 9

Contoh sederhana Barang Ciptaan adalah buku yang sedang Anda baca sekarang.

Saya menulis buku ini selama beberapa minggu, kemudian saya datang ke

penerbit. Penerbitlah yang akan memproduksinya secara massal dengan uang

mereka. Sebagai pengarang, saya akan menerima royalti yang besarnya sekian

persen dari setiap buku yang terjual. Artinya, begitu Anda membeli buku ini,

Anda sudah memberikan royalti kepada saya.

Contoh lain adalah album lagu; seseorang bisa merekam suaranya, mengirimkan

rekaman tersebut ke perusahaan rekaman, dan ò kalau mereka sukaò rekaman lagu

Anda akan diproduksi secara massal.

Saatnya Anda berpikir dan menciptakan sendiri Barang Ciptaan yang tepat untuk

Anda. Prinsip-prinsipnya, Barang Ciptaan umumnya dibuat dengan keahlian

tertentu dan biasanya hanya membutuhkan sedikit dari gaji Anda tiap bulan.

Ketika saya membuat buku ini, misalnya, saya membutuhkan komputer yang

pembeliannya dari gaji saya.


Kiat Nomor 1

“ BELI DAN MILIKI


SEBANYAK MUNGKIN HARTA PRODUKTIF”


Bagaimana Melakukannya?

1. Tentukan Harta Produktif yang ingin Anda miliki.

2. Tulis pos-pos Harta Produktif yang Anda inginkan tersebut di kolom Harta

Produktif. Contoh nya seperti pada tabel di halaman berikut.

3. Segera setelah mendapatkan gaji, prioritaskan untuk memiliki pos-pos Harta

Produktif sebelum Anda membayar pengeluaran Anda yang lain. Kalau perlu,

pelajari seluk-beluk masing-masing Harta Produktif tersebut.


HARTA PRODUKTIF HARTA KONSUMTIF

Tabungan di Bank Niaga

Deposito di Bank Mandiri

Reksadana Pendapatan Tetap (dari

Trimegah)


Rencana Harta Produktif Lain:

Deposito di Bank Danamon

Unit Link dari Prudential

Emas Koin

Reksadana Saham Shcroeder

Motor (disewakan ke tukang ojek

dekat rumah)

Bisnis Laundry (perantara saja)


Teve

Radio tape

Perabot rumah

Hiasan dinding (5 buah)

Meja makan

Handphone

Sofa (3 buah)

Komputer

Perangkat makan

Ranjang (4 buah)

Perhiasan

Peralatan masak

Busana (banyak sekali)

Kaset dan CD (banyak sekali)


Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin ... 10

Bisnis Burger Edam (Franchise) VCD dan DVD (banyak sekali)


Setumpuk buku

Rumah

Mobil Kijang

Motor Yamaha

Tabungan di BCA (untuk belanja)


Atur Pengeluaran Anda 11

KIAT NO. 2

Atur Pengeluaran Anda


Sekarang, kita coba melakukan satu permainan lagi. Ambil kertas, kemudian

lakukan satu hal berikut.

Tulis pos-pos pengeluaran yang biasa Anda lakukan setiap bulan, misalnya biaya

telepon, listrik, air, sembako, dan seterusnya.


POS-POS PENGELUARAN


.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................


Tulis sebanyak mungkin pos pengeluaran yang biasa Anda lakukan setiap bulan. Saya

beri waktu 10 menit.

Sekarang, mari kita bayangkan apa saja kira-kira yang menjadi pos pengeluaran Anda

selama ini.


POS-POS PENGELUARAN


Telepon

Listrik

Air

Sembako

Kebutuhan Rumah Tangga (sabun, odol, dan lain-lain)

Iuran Sampah & Lingkungan

Iuran Arisan

Pulsa HP

Transportasi (bensin dan parkir/kendaraan umum)

Kesehatan (vitamin, dan lain-lain)

Perawatan Kendaraan

SPP Anak

Kursus Anak


Atur Pengeluaran Anda 12


Uang Saku Anak

Buku-buku untuk Anak

Langganan Koran

Cicilan Rumah

Cicilan Kendaraan

Premi Asuransi

Beli Buku

.................................................................................................

.................................................................................................


Hitunglah banyaknya pos pengeluaran yang sudah Anda tulis. Hitung dari atas ke

bawah. Pada contoh diatas, jumlahnya ada 20.

Sekali lagi, rata-rata setiap bulan pengeluaran Anda mencapai 20 pos, bisa saja lebih.

Anggap saja pengeluaran Anda 20ò 25 pos setiap bulannya.

Pertanyaan saya sederhana: kalau pengeluaran Anda mencapai 20ò 25 pos setiap

bulannya, berapa pos pemasukkan Anda setiap bulan; 1 pos? 2 pos? Atau 3 pos?

Mungkin 3 pos saja sudah sangat bagus.

***


Banyak di antara kita tidak menyadari bahwa penghasilan kita yang hanya 1ò 2 pos

setiap bulan harus digunakan untuk membayar pengeluaran yang mencapai 20ò25

pos. Bahkan, kalau mau jujur, pengeluaran sering kali jauh lebih banyak kalau kita

mempunyai keinginan yang kadang timbul secara mendadak.

Menariknya, karena 1ò 2 pos pemasukan sering kali harus membayar 20ò 25 pos

setiap bulan, sejumlah masalah sering muncul. Masalah pertama, sering kali tidak

semua pos pengeluaran bisa terbayar. Masalah kedua, karena tidak semua pos

pengeluaran bisa terbayar, Anda mulai ngotot untuk tetap membayarnya sehingga

terjadilah defisit; uang keluar Anda lebih besar daripada uang yang masuk. Oleh


karena itu, kita sering kali harus mengambil tabungan. Masalah ketiga, kalau terus-

menerus diambil setiap bulan, tabungan kita akan habis. Disinilah mulai muncul


masalah keempat: utang. Anda akan menggunakan semua fasilitas utang yang ada di

sekitar Anda untuk menutupi defisit. Kalau utang Anda sudah banyak, mulailah

menjual barang-barang Anda. Kalau barang-barang itu habis, mulailah timbul

masalah-masalah yang sangat besar.

Perhatikan bagan berikut!


... tabungan

habis

... kebanyakan

utang

... barang-

barang habis

Jual barang/aset

MASALAH BESAR

PERILAKU ORANG KETIKA

MENGALAMI DEFISIT

Mengambil Tabungan

Berutang


Atur Pengeluaran Anda 13


Apa saja masalah besarnya? Banyak! Perceraian, percekcokan, harga diri turun

drastis, dan sebagainya. Mungkin Anda merasa bahwa harga diri Anda mulai turun

sejak Anda mulai menjual barang dan aset untuk menutupi utang.

“Defisit bisa menyebabkan berbagai masalah, termasuk pertengkaran antara suami

istri. Oleh karena itu, cobalah untuk tidak mengalami defisit karena defisit adalah


sumber dari segala sumber masalah.”


Kesimpulannya? Jangan sampai ada defisit! Jangan sampai pengeluaran Anda lebih

besar daripada pemasukan.

Caranya?

Atur pengeluaran Anda!

Oleh karena pengeluaran setiap orang berbeda, dan saya tidak mungkin mengetahui

berapa besar pengeluaran Anda, saya akan berikan tiga hal yang harus Anda

perhatikan dalam mengatur pengeluaran.

Oleh karena pengeluaran setiap orang berbeda, dan saya tidak mungkin mengetahui

berapa besar pengeluaran Anda, saya akan berikan tiga hal yang harus Anda

perhatikan dalam mengatur pengeluaran.

1. Bedakan kebutuhan dan keinginan.

2. Pilihlah prioritas terlebih dahulu.

3. Ketahui cara yang baik dalam mengeluarkan uang untuk setiap pos

pengeluaran.

1. Bedakan kebutuhan dan keinginan

Pernahkah Anda melihat orang yang profilnya persis sama dengan Anda? Oke,

katakan saja Anda seorang wanita berusia 30-an. Anda seorang ibu rumah tangga.

Suami anda berusia 35 tahun, ganteng, dan bekerja di sebuah perusahaan besar

sebagai manajer. Anda dikaruniai dua orang anak; satu masih duduk di kelas 1 SD

dan yang satu lagi di TK. Anda tinggal di pinggiran sebuah kota yang cukup besar

di Jawa. Katakan saja penghasilan Anda sekeluarga sekitar sekian juta rupiah

sebulan.

Menariknya, Anda melihat ada seorang wanita yang profilnya sama seperti Anda.

Berumur sekitar 30-an, ibu rumah tangga, suami berusia 37 tahun yang bekerja

sebagai manajer senior dengan penghasilan kurang lebih sama dengan keluarga

Anda. Mereka juga dikaruniai dua orang anak, yang pertama kelas 3 SD dan yang

kedua mau masuk SD. Tempat tinggal mereka pun ternyata tidak jauh dari area

Anda.

Apa yang membuat penasaran, keluarga yang Anda lihat ituò walaupun

berpenghasilan kurang lebih sama dengan keluarga Andaò bisa memiliki gaya

hidup yang serba berkecukupan. Tidak mewah, tapi cukup. Mereka sepertinya


Atur Pengeluaran Anda 14

tidak pernah kehabisan uang setiap tanggal 20 , bisa mempunyai reksadana, dan

selalu bisa membayar pengeluaran-pengeluarannya. Sementara keluarga Anda,

baru tanggal berapa, uang sudah habis; rasanya penghasilan Anda tidak pernah

cukup.

Pertanyaannya sekarang, kok bisa? Apa sih yang membedakan?

Pengalaman saya, kalau dua keluarga memiliki penghasilan kurang lebih sama,

usia sama, semua profilnya sama, tapi yang satu selalu bisa hidup berkecukupan

sementara keluarga yang satu lagi tidak, biasanya keadaan ini disebabkan oleh

perbedaan keinginan. Sekali lagi, perbedaan keinginan, bukan perbedaan

kebutuhan.


“Bedakan antara kebutuhan dan keinginan”


Ya, kebutuhan dua keluarga tersebut kurang lebih sama. Sembako, transportasi,

telepon, pulsa HP, dan seterusnya, pasti sama. Perbedaannya adalah keinginan.

Keluarga yang satu mungkin memiliki keinginan yang tidak ada batasnya,

sementara keluarga yag satu lagi tidak. Bisa juga dua keluarga tersebut memiliki

keinginan yang sama banyaknya, tapi keluarga yang satu bisa mengendalikannya

sehingga bisa memiliki tabungan dan deposito. Sebaliknya, keluarga yang satunya

lagi tidak bisa mengendalikan keinginan sehingga tidak bisa memiliki tabungan

dan deposito.

Apa beda kebutuhan dan keinginan?

Dari segi bahasa, “butuh adalah kata sifat yang menunjukkan bahwa Anda

memang harus melakukan satu hal (apa pun itu) karena memang di-“butuh”-kan.

Misalnya, membayar ini atau membayar itu yang memang menjadi kebutuhan.

Sebaliknya, “ingin” menunjukkan bahwa tindakan yang Anda lakukan lebih

karena Anda memang meng-“ingin”-kannya.

Pada kenyataannya, “butuh” dan “ingin” juga memiliki perbedaan-perbedaan lain

yang sering kali tidak kita sadari sehingga kita sering melanggarnya. Pertama,

“butuh” adalah satu hal yang harus kita prioritaskan, sementara “ingin” bisa

dilakukan dilakukan setelah yang “butuh” terpenuhi.

Namun faktanya, kebanyakan kita sering kali memakai gaji untuk hal-hal yang

memang kita “inginkan” terlebih dahulu sebelum membeli hal-hal yang kita

“butuhkan”. Jadi, pantas saja banyak orang yang sudah kehabisan uang bahkan

sebelum mereka membeli kebutuhan-kebutuhannya. Ini terjadi karena mereka

mendahulukan keinginan daripada kebutuhan.

Kedua, “butuh” umumnya ada batasnya, tapi “ingin” biasanya tidak. Kebutuhan

membeli sembako, membayar transportasi, pulsa HP, pasti ada batasan rupiahnya,

jumlahnya pasti segitu-gitu saja. Akan tetapi, “ingin”, biasanya tidak ada

batasnya. Apa pun yang Anda lihat di toko atau mal saat ini bisa jadi Anda

inginkan. Bahkan setiap kali Anda datang ke toko atau ke mal, setiap kali itu juga

biasanya keinginan Anda untuk membeli jadi besar. Tidak ada jaminan bahwa

keinginan Anda setiap bulan akan terus sama jumlahnya kalau dilihat dari

rupiahnya. Bisa jadi lebih besar pada bulan tertentu, menurun di bulan depannya,


Atur Pengeluaran Anda 15

tapi meningkat dua kali dibanding bulan pertama pada bulan ketiga. Jadi, kenapa

gaji Anda sering kali habis?

Pada beberapa kasus adalah karena kita, selain mendahulukan keinginan daripada

kebutuhan, juga memiliki keinginan tidak terbatas. Padahal, kalau hanya

difokuskan pada kebutuhan, biasanya gaji Anda cukup.

Ketiga, “butuh” biasanya tidak selalu Anda “inginkan” dan “ingin” biasanya tidak

selalu Anda “butuhkan”. Apa pun yang Anda beli karena Anda butuhkan seperti

sembako, pulsa HP, membayar telepon, listrik, dan seterusnya tidak selalu Anda

inginkan. Beberapa di antaranya bahkan tidak Anda inginkan sama sekali, tapi

karena Anda butuh, ya Anda beli. Sebaliknya, barang-barang yang Anda beli

karena memang “ingin”, kadang-kadang tidak selalu Anda butuhkan, tapi toh

Anda beli juga karena memang Anda ingin. Baju bagus misalnya (padahal baju

Anda sudah penuh sampai satu lemari), HP keluaran terbaru, atau hal-hal

semacam itu.

2. Pilihlah prioritas terlebih dahulu.

Masih ingatkah Anda berapa pos pengeluaran yang biasa Anda lakukan setiap

bulan? Mencapai 20ò 25 pos, bukan? Apa yang harus Anda lakukan adalah

membagi pos-pos pengeluaran tersebut menjadi 3 kelompok: Biaya Hidup, Cicilan

Utang, dan Premi Asuransi.

Biaya Hidup adalah semua pos pengeluaran yang biasa Anda lakukan agar Anda,

keluarga Anda, serta rumah Anda bisa tetap hidup.

Contohnya sembako (agar Anda dan keluarga bisa tetap hidup), telepon, listrik,

dan air (agar rumah Anda bisa tetap hidup), SPP anak dan semacam itu (agar anak

Anda bisa menjalani hidupnya), dan seterusnya.

Cicilan Utang adalah semua pos pembayaran utang yang biasa Anda lakukan

setiap bulan, seperti pembayaran cicilan rumah, cicilan kendaraan, cicilan kartu

kredit, dan seterusnya.

Premi Asuransi adalah semua pengeluaran yang Anda lakukan untuk membayar

pengeluaran-pengeluaran asuransi Anda, seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan,

atau asuransi kerugian, seperti asuransi rumah dan asuransi kendaraan.

BIAYA HIDUP CICILAN UTANG PREMI ASURANSI

Telepon

Listrik

Air

Sembako

Kebutuhan Rumah

Tangga (sabun, odol,

dan lain-lain)

Iuran Sampah dan

Lingkungan

Iuran Arisan

Pulsa HP

Transportasi (bensin

dan parkir/kendaraan

umum)


Cicilan Rumah

Cicilan Mobil

Cicilan Motor


Asuransi Jiwa

Asuransi Pendidikan

Asuransi Kesehatan

Asuransi Kendaraan

Asuransi Rumah


Atur Pengeluaran Anda 16


Kesehatan (vitamin,

dan lain-lain)

Perawatan Kendaraan

SPP Anak

Kursus Anak

Uang Saku Anak

Buku-buku untuk Anak

Langganan Koran

Beli Buku

............................


Kalau saya mengatakan bahwa Anda mempunyai tiga kelompok pengeluaran dan

Anda harus memilih satu saja yang harus Anda prioritaskan, kelompok mana yang

Anda pilih?

Pasti jawaban Anda adalah Biaya Hidup. Betul?

Anda Salah!

Biaya hidup memang penting, tapi ingat bahwa pos Biaya Hidup itu banyak

sekali. Kebanyakan pos dalam kelompok Biaya Hidup tidak akan bermasalah

kalau pembayarannya Anda geser selama 3ò 4 hari lebih lambat dari biasanya.

Belanja bulanan, misalnya. Tidak apa-apa ‘kan kalau Anda menggeser

pembayarannya lebih lambat 3, 4, 5 hari? Makanya jangan melakukan Belanja

Bulanan saat semua kebutuhan Anda habis.

Jadi, apa yang sebaiknya diprioritaskan dari tiga kelompok tadi? Saran saya,

Cicilan Utang!

Kenapa? Pertama, jumlah pos dalam kelompok Cicilan Utang di sebuah keluarga

biasanya tidak sebanyak jumlah pos dalam kelompok Biaya Hidup. Kalaupun

Anda mempunyai utang paling banter Cicilan Utang Anda tidak sampai 5 atau 7

pos: cicilan rumah, cicilan motor, cicilan mobil, dan kartu kredit kalau Anda nyicil

...

Kedua, pos Cicilan Utang biasanya mempunyai akibat tersendiri kalau Anda tidak

membayarnya. Apa itu? Denda! Biasanya denda dihitung per hari. Selain itu,

saldo utang yang belum Anda bayar hanya gara-gara telat sering kali akan kena

bunga lagi. Padahal, Anda hanya telat bayar beberapa hari.

Setelah Anda membayar Cicilan Utang, prioritas kedua ialah menggunakan gaji

Anda untuk membayar pos-pos Premi Asuransi. Kenapa?

Kalau Anda telat membayar Premi Asuransi, proteksi yang Anda miliki dari

program asuransi bisa hilang. Bukan satu dua kali saya mendengar banyak

nasabah yang tidak dibayarkan klaim asuransinya gara-gara preminya terlambat

dibayar. Padahal, hanya terlambat beberapa hari. Jadi, setelah menggunakan gaji

untuk membayar Cicilan Utang, gunakanlah untuk membayar Premi Asuransi.

Nah, prioritas ketiga, barulah membayar pos-pos dalam kelompok Biaya Hidup.


Atur Pengeluaran Anda 17

Dijadikan prioritas ketiga bukan berarti Biaya Hidup tidak penting, tapi karena

Anda ingin mendahulukan kelompok-kelompok pengeluaran lain yang memang

“berbahaya” kalau telat bayar.

Jadi, urutan prioritas yang saya sarankan ialah Cicilan Utang, kemudian Premi

Asuransi, dan terakhir Biaya Hidup.

3. Ketahui cara yang baik dalam mengeluarkan uang untuk setiap pos

pengeluaran

Masih ingatkah Anda ketika saya meminta Anda menuliskan pos-pos

pengeluaran? Nah, hal ketiga yang harus anda lakukan adalah mengetahui cara

yang baik dalam mengeluarkan uang untuk setiap pos tersebut.

Pos-pos pengeluaran Anda sampai 20-an; telepon, listrik, air, sembako, iuran

arisan, transportasi, dan lain-lain. Nah, yang harus Anda lakukan adalah

mengetahui cara yang baik dalam mengeluarkan uang untuk pembayarannya.

Contohnya, Anda harus mengetahui cara yang baik dalam menggunakan telepon

agar pembayaran Anda di Akhir bulan tidak mahal. Misalnya, pakailah telepon

seperlunya, hati-hati dengan penggunaan internet, jangan sering menghubungi

handphone kalau tidak perlu. Oke, kita bicara tentang listrik. Anda juga harus tahu

bagaimana menggunakan listrik agar pembayaran Anda tidak mahal. Misalnya,

matikan alat elektronik kalau Anda memang sedang tidak memakainya, kurangi

pemakaian alat elektronik secara bersamaan pada waktu tertentu, ganti lampu

yang boros dengan lampu hemat energi, dan seterusnya.

Kita tidak membahas semua pos pengeluaran karena akan banyak memboroskan

waktu. Satu hal yang ingin saya tekankan disini: bila Anda ingin mengetahui cara

yang baik dalam mengeluarkan uang untuk setiap pos pengeluaran, lakukan satu

kata yang sudah sering kita dengar selama hidup kita. Apa itu?

Penghematan.

Selama bertahun-tahun, saya mempunyai pemahaman yang salah dengan kata

“berhemat”.

Kenapa? Buat saya, berhemat sering kali identik dengan hidup menderita. Bukan

satu dua kali saya mendengar orang bilang, “Kalau mau hemat, jalan kaki aja ...”.

Itulah kalimat yang sering dipakai untuk menggambarkan bagaimana image orang

tentang kata hemat. Ibaratnya, kalau Anda biasa berkendaraan sendiri dari rumah

ke tempat kerja, sekarang Anda nggak usah membawa kendaraan kalau mau

hemat, jalan kaki aja.

Beberapa tahun terakhir, saya baru menyadari bahwa pemahaman saya terhadap

kata “hemat” tenyata nggak benar. Hemat, adalah mencari cara agar Anda bisa

mengeluarkan uang yang lebih sedikit untuk bisa mencapai tujuan yang sama.

Misalnya, Anda akan pergi dari Jakarta ke Medan dengan pesawat. Anda tahu

harga tiket pesawat dari airline tertentu, dari Jakarta ke Medan, katakanlah Rp.700

ribu. Anda ingin berhemat. Pemahaman orang tentang penghematan biasanya

mengganti perjalanan pesawat tersebut dengan menggunakan perjalanan darat.

Naik mobil, misalnya, atau naik bus eksekutif, yang berarti Anda harus

menghabiskan waktu lebih dari 24 jam di perjalanan.


Atur Pengeluaran Anda 18


Tenyata yang benar, penghematan bisa juga Anda lakukan dengan mencari

alternatif maskapai penerbangan lain, yang siapa tahu bisa memberikan harga

lebih murah. Jadi, Anda tetap naik pesawat dan tetap menempuh jam perjalanan

yang sama (kurang lebih 2 jam), tetapi dengan harga lebih murah. Dari sinilah

saya lalu membuat kalimat sederhana yang sering saya munculkan ketika saya

seminar: “Ketika Anda berhemat, berhematlah secara kreatif, bukan menderita

...”.

Jadi, berhematlah. Dengan mengetahui cara berhemat, Anda bisa mengetahui dan

mencari tip mengeluarkan uang secara bijak untuk setiap pos pengeluaran.


Kiat Nomor 2


“ATUR PENGELUARAN ANDA”

Bagaimana Melakukannya?


1. Usahakanò kalau perlu sedikit lebih keras pada diri Anda sendiriò untuk tidak

mengalami defisit karena defisit adalah sumber semua masalah besar yang

mungkin muncul di masa mendatang.

2. Prioritaskan pembayaran cicilan utang, lalu premi asuransi, kemudian biaya

hidup.

3. Pelajari tip mengeluarkan uang secara bijak untuk setiap pos pengeluaran.


Hati-hati dengan Utang 19

KIAT NO. 3

Hati-hati dengan Utang


Tahukah Anda perbedaan ngutang dan nabung?

Menabung berarti bersusah-susah dulu, bersantai-santai kemudian. Artinya, Anda

bekerja keras di depan, setelah itu merasakan nikmatnya di belakang. Kalau ngutang,

berarti Anda bersantai-santai dulu, baru merasakan susahnya di belakang.

Sekali lagi, nabung berarti Anda bekerja keras dulu, baru mendapatkan nikmatnya di

belakang, sedangkan ngutang berarti Anda menikmati nikmatnya di depan, setelah itu

melakukan kerja keras.

Kebanyakan orang Indonesia lebih senang ngutang daripada nabung. Ada satu cerita

menarik tentang “utang” ini.

Alkisah di negeri antah-berantah, diadakanlah sebuah kontes. Nama kontes itu Kontes

Gajah Menangis. Ada seekor gajah yang seumur hidupnya tidak pernah menangis.

Banyak orang disekitarnya berputus asa karena bingung melihat kenapa si gajah tidak

pernah menangis. Oleh sang raja di negeri tersebut, akhirnya diadakanlah sebuah

kontes yang memberikan tantangan bagaimana agar si gajah bisa menangis.

“Seorang ekonom asal Indonesia berhasil membuat seekor

gajah menjadi menangis tersedu-sedu setelah sang ekonom

menyebutkan besarnya utang Indonesia.”


Pukul 10 pagi, dimulailah kontes tersebut. Si gajah dengan badan besarnya duduk, dan

mulailah para peserta satu per satu mengeluarkan keahliannya di depan si gajah,

mencoba membuatnya menangis. Peserta pertama adalah peniup seruling dari India.

Dengan serulingnya, ia mulai memainkan lagu sedih. Lagunya sangat mendayu-dayu

dan menyayat hati. Selama setengah jam lagu itu dimainkan, eeeh ... bukan nya

menangis, si gajah malah ketiduran. Peniup seruling dari India itu pun mundur.

Peserta kedua, pendongeng anak-anak dari Swedia. Dengan bukunya, ia mulai

menceritakan kisah sedih yang pernah ia buat dan ia terbitkan di seluruh dunia.

Setengah jam berlalu, bukannya sedih dan menangis, si gajah malah melongo

mendengarkan kisah-kisah si pendongeng.

Peserta ketiga, seorang ekonom dari Indonesia.

Dengan santai, si ekonom datang ke arah si gajah yang sedang duduk, lalu

mengarahkan mulutnya ke telinga si gajah dan membisikkan sesuatu. Hanya satu


Hati-hati dengan Utang 20

menit, si gajah langsung berteriak melengking dan menangis sejadi-jadinya.

Akhirnya, orang dari Indonesia itulah yang memenangkan kontes.

Apa yang dibisikkan si ekonom Indonesia kepada si gajah?

“Utang Indonesia lebih dari Rp.3 triliun ....”

***

Itulah joke paling berkesan yang pernah saya dengar.

Mungkin Anda bilang, itu ‘kan utang Negara. Utang saya pribadi kan nggak segitu.

Eitt, jangan keburu sombong. Utang pribadi Anda mungkin memang nggak segitu,

tapi untuk ukuran perorangan, jumlah utang Anda bisa saja sudah termasuk besar.

Mau bukti? Ambillah kertas kosong. Tuliskan pos-pos utang Anda di kertas tersebut.

Pos-posnya saja. Contohnya:

Kartu kredit

Utang ke kantor

Panci ke tetangga

Beberapa di antara Anda mungkin mengatakan, “Pak Safir, saya nggak punya utang

koq.” Kalau begitu, pertanyaan saya, “Rumah yang Anda miliki sekarang dibeli tunai

atau kredit?” Kalau kredit, berarti Anda mempunyai utang.

Jadi, contohnya mungkin seperti ini:

Kartu kredit

Utang ke kantor

Panci ke tetangga

Kredit motor

Kredit rumah

Di sebelah kanan kertas anda, tuliskan berapa angka total yang masih harus Anda

bayar untuk masing-masing pos utang tersebut. Misalnya:

Kartu kredit (Rp.5,2 juta)

Utang ke kantor (Rp.6 juta)

Panci ke tetangga (Rp.175 ribu)

Kredit motor (Rp.4 juta)

Kredit rumah (Rp.37,9 juta)

Hitung jumlahnya!

Kita kadang-kadang tidak menyadari bahwa utang kita sangat banyak bila

dijumlahkan. Padahal utang-utang tersebut harus dibayar dari gaji Anda.

Nah, pada Kiat Nomor 3 dalam mengelola gaji Anda, saya hanya ingin mengatakan,

berhati-hatilah dalam berutang. Kalau tidak, bisa-bisa gaji yang Anda dapatkan

dengan susah payah habis begitu saja hanya untuk membayar utang.

Oleh karena itu, hal pertama yang harus Anda ketahui berkaitan dengan Kiat Nomor 3

ini adalah:

“Ketahui Kapan Boleh Berutang dan Kapan Tidak ....”


Hati-hati dengan Utang 21


Kapan Anda boleh berutang?

Ada jawaban lucu yangò walaupun tidak sering munculò kadang-kadang dilontarkan

oleh peserta seminar saya. Ini jawabannya:

“Ketika kita tahu akan ada bonus bulan depan.”

Isu tentang bonus bulan depan sering kali menjadi alasan seorang karyawan kembali

berutang. Entah melakukan belanja tambahan yang kadang tidak perlu, membeli HP

yang baru saja diiklankan di teve, bahkan berlibur. Banyak karyawan memutuskan

untuk berlibur dengan memanfaatkan fasilitas utang dari kartu kredit hanya karena ia

tahu bahwa bulan depan akan ada bonus.

Oleh karena itu, ada baiknya Anda tahu kapan boleh berutang dan kapan tidak.

Kapan BOLEH Berutang

1. Ketika utang itu akan digunakan untuk sesuatu yang produktif.

Misalnya, untuk bisnis. Bisnis jelas produktif, biarpun hasilnya kadang tidak

selalu bisa langsung dinikmati. Harapannya sih , hasil bisnis bisa lebih besar

dibandingkan dengan bunga dan cicilan yang Anda bayar.

2. Ketika utang itu akan dibelikan barang yang nilainya hampir pasti akan naik.

Contohnya, rumah. Rumah adalah tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya.

Nilai bangunan biasanya akan menurun dalam jangka waktu 10ò 15 tahun.

Sebaliknya, nilai tanah justru akan naik dari tahun ke tahun. Bahkan, kenaikan

harga tanah ini sering kali jauh lebih besar daripada penurunan nilai bangunan. Di

sini, Anda boleh berutang karena hampir bisa dipastikan persentase kenaikan nilai

rumah Anda lebih besar daripada persentase suku bunga KPR.

3. Ketika Anda tidak punya cukup uang tunai untuk membeli barang-barang yang

benar-benar Anda butuhkan, walaupun nilai barang itu menurun.

Misalnya, barang elektronik. Kulkas deh. Kulkas nilainya cenderung menurun dari

tahun ke tahun. Akan tetapi, barang ini penting dan pembeliannya sering kali tidak

bisa ditunda. Bahasa kerennya: urgent. Nah, kalau tidak punya uang tunai yang

cukup untuk membelinya, Anda bisa memanfaatkan fasilitas utang yang ada di

sekitar Anda.

Kapan Sebaiknya TIDAK Berutang

Ketika barang yang Anda beli nilainya menurun dan Anda punya uang untuk

membelinya secara tunai.

Kembali ke contoh kulkas yang urgent itu. Kalau Anda memiliki uang tunai, lebih

baik beli cash. Kenapa? Membeli secara kredit akan lebih mahal dibanding kalau

Anda membeli secara tunai.

Bagaimana dengan rumah? Apa harus tunai juga? Memang, membeli rumah secara

tunai akan lebih murah. Akan tetapi, khusus untuk rumah, tidak apa-apa kalau Anda


Hati-hati dengan Utang 22

membelinya secara kredit. Berbeda dengan kendaraan atau barang elektronik yang

nilainya menurun, nilai rumah biasanya naik sehingga kalaupun Anda membayar

lebih mahal dalam bentuk pembelian secara kredit, toh persentase kenaikan nilai

rumah Anda biasanya lebih besar daripada persentase suku bunga KPR.


***


Kalau Anda akhirnya memutuskan membeli dengan cara kredit atau berutang, apa

yang sebaiknya Anda lakukan? Sebaliknya, bagi Anda yang pada saat ini sudah

terlanjur memiliki utang, bagaimana caranya agar utang tersebut tidak akan

memberatkan gaji Anda?

Saya akan membagi bab ini menjadi dua bagian. Bagian pertama khusus untuk Anda

yang belum memiliki utang, tetapi ingin mengambil utang, dan bagian kedua untuk

Anda yang pada saat ini sedang (sudah terlanjur) memiliki utang.


Buat Anda yang ingin Mengambil Utang

Anda mungkin sedang berpikir-pikir ingin membeli sesuatu, entah itu rumah, mobil,

motor, komputer, atau barang elektronik. Namun, Anda tidak memiliki uang tunai

yang cukup untuk pembelian tersebut. Mungkin uang tunai Anda ada, tapi terlalu

ngepas, atau Anda memang betul-betul tidak mempunyai uang tunai sementara barang

yang ingin dibeli dirasa urgent.

Mungkin Anda mulai berpikir dan mempertimbangkan untuk membeli secara kredit.

Berikut sejumlah tip bila Anda ingin membeli sesuatu dengan cara berutang.

1. Pilih dengan siapa Anda berutang.

2. Ambil cicilan utang yang sesuai dengan penghasilan Anda.

3. Perhatikan prosedur pembayaran utang Anda.

1. Pilih dengan siapa Anda berutang

Ketika ingin berutang atau membeli sesuatu dengan cara kredit, pikiran kita sering

kali lebih terfokus pada bagaimana caranya agar permohonan utang kita disetujui.

Kadang-kadang hanya agar permohonan itu disetujui, kita melakukan


kebohongan-kebohongan kecil, seperti jumlah penghasilan, lama bekerja, atau hal-

hal semacam itu. Padahal, kita sering kali lupa bahwa ada perjuangan baru yang


harus dilakukan segera setelah mendapatkan utangan itu, yaitu bagaimana cara

kita untuk bisa membayarnya kembali.

Banyak orang yang kadang-kadang tidak bisa lancar saat membayar kembali

utang-utangnya. Penyebabnya macam-macam, bisa karena jumlah cicilannya yang

terlalu besar dan tidak sebanding dengan penghasilannya yang kecil, bisa karena

penghasilannya tiba-tiba harus hilang karena di-PHK, dan seterusnya.

Nah, repotnya, pihak Anda utangi sering kali tidak mau tahu problem Anda.

Mereka ingin utang-utang yang mereka berikan dibayar.

Bahkan, tidak semua pihak yang Anda utangi itu bisa bernegosiasi, dan juga

bahkan terlalu sulit untuk menegosiasikan perpanjangan masa pengembaliannya.


Hati-hati dengan Utang 23

Oleh karena itu, tip dari saya untuk Anda ketika ingin berutang atau membeli

sesuatu secara kredit: pilihlah pada siapa Anda ingin berutang atau membeli

sesuatu secara kredit. Carilah pihak yang yang bisa fleksibel bernegosiasi kalau

Anda sedang tidak mampu membayar (padahal Anda benar bermaksud ingin

membayar).

Siapa saja pihak-pihak yang sulit diajak bernegosiasi dan siapa pula yang

fleksibel? Berikut urutan-urutannya; mulai dari pihak yang sulit diajak

bernegosiasi sampai pihak yang paling fleksibel.

a. Rentenir

b. Perusahaan Pembiayaan (leasing & leaseback)

c. Bank

d. Pegadaian

e. Kantor atau Koperasi Kantor

f. Teman atau Saudara

g. Orang Tua atau Mertua

h. Pasangan

Jadi, ingatlah, dengan siapa Anda berutang akan menentukan bagaimana “nasib”

keuangan Anda bila kelak Anda sedang tidak bisa membayar kembali utang-utang

Anda.

2. Ambil cicilan utang yang sesuai dengan penghasilan Anda.

Bukan satu dua kali saya mendengar bahwa hanya karena ingin mendapatkan

utangan, seseorang menyanggupi jumlah cicilan yang besar. Mungkin orang itu

lupa bahwa jumlah cicilan yang besar sering kali bisa memberatkan keuangannya

sendiri.

Contohnya, ada orang yang kadang-kadang menyanggupi kredit pembayaran

kulkas sebesar Rp.750 ribu sebulan, padahal penghasilannya tidak sampai Rp.1,5

juta per bulan. Bahkan, orang ini kadang-kadang berani mengambil lagi satu

utangan baru sehingga penghasilannya sendiri tidak banyak tersisa.

Tip dari saya untuk Anda: cobalah mengambil utangan yang cicilannya memang

sesuai dengan penghasilan Anda. Jangan sampai gara-gara membayar cicilan,

penghasilan Anda hanya bersisa sedikit dan tidak bisa Anda nikmati.

Saran saya, usahakan total cicilan utang Anda hanya mencapai 30% dari

penghasilan Anda.

“Jangan mentang-mentang Anda sedang butuh, lalu Anda mengambil


utang yang cicilannya memberatkan Anda.


Ambillah utang yang cicilannya memang sesuai dengan penghasilan Anda.

Kalau bisa, total cicilan utang tidak lebih dari 30% penghasilan Anda.”

Katakan saja penghasilan Anda Rp.1 juta per bulan. Ini berarti, kalau mengambil

utang atau membeli sesuatu secara kredit, Anda hanya bisa mengambil pilihan

cicilan sebesar maksimal Rp.300 ribu per bulan. Lebih-lebih sedikit bolehlah,

nggak usah kaku; yang penting sekitar 30% dari penghasilan Anda. Bagaimana

kalau ingin mengambil dua utang? Boleh, asalkan total cicilan nya tetap sekitar

30% dari Rp.1 juta. Mungkin Cicilan Barang A sebesar Rp.200 ribu sebulan,

sedangkan Cicilan Barang B Rp.100 ribu sebulan.


Hati-hati dengan Utang 24


Kenapa sih harus memakai aturan 30%? Kalau Anda menggunakan

sekitarò katakanò 60% dari penghasilan bulan Anda hanya untuk membayar

cicilan, utang Anda memang akan cepat habis, tapi Anda tidak bisa membayar

semua pengeluaran Anda yang lain. Akibatnya, kalau kebutuhan di rumah tidak

bisa terpenuhi, konsentrasi kerja Anda terganggu. Bayangin aja, gaji lumayan,

tapi Anda tidak bisa menikmatinya karena sebagian besar digunakan untuk

membayar cicilan. Sayang, kan?

Orang yang kebanyakan dalam membayar cicilan sering kali tidak bisa membayar

kembali cicilan utangnya karena biasanya ia lebih mendahulukan untuk membeli

kebutuhan. Akhirnya, uang untuk bayar cicilan sudah keburu terpakai untuk

membeli kebutuhan sehingga tidak ada uang lagi untuk bayar cicilan.

3. Perhatikan prosedur pembayaran utang Anda

Pernahkah Anda melihat orang yang sering kesulitan membayar cicilan utang?

Bukan karena orang itu tidak sanggup membayar, bukan juga karena cicilan

utangnya jauh melebihi aturan kita yang 30% dari penghasilan. Jadi, lebih pada

prosedur pembayarannya.

Anggap saja Anda mendapat gaji sekitar tanggal 25 setiap bulan. Anda kebetulan

mempunyai utang yang cicilannya wajib dibayar setiap tanggal 20. Katakan saja

pada periode tanggal 15ò 20 setiap bulan. Kira-kira, apa yang akan terjadi?

Banyak orang bukannya membayar cicilan tersebut, tapi keburu menghabiskan

uangnya untuk dibelanjakan. Kalau dapat gaji tanggal 25, sementara bayar

utangnya tanggal 15ò 20 bulan depannya, wajar saja kalau Anda tergoda untuk

memakainya terlebih dahulu. Akhirnya, uang Anda habis. Jadi, kalau gaji Anda

didapat setiap tanggal 25, kenapa Anda tidak mencoba “menawar” agar periode

pembayaran utang itu bisa diubah ke tanggal 27ò 30? Atau 1ò 5?

Ingat, keterlambatan pembayaran utang sering berakibat denda yang sebenarnya

tidak perlu.


Buat Anda yang Sudah Memiliki Utang.

Bagaimana kalau pada saat ini Anda sudah terlanjur memiliki utang? Banyak di antara

karyawan yang memiliki utang, malah terpuruk dengan utang-utang tersebut. Suatu

kali, saya pernah melihat sebuah iklan teve yang menggambarkan tentang bagaimana

seorang karyawan yang bekerja dengan sangat baik di kantornya dan memiliki gaji

cukup baik, tapi gara-gara utangnya banyak, ia hampir menghabiskan seluruh gajinya

untuk membayar utang. Dengan demikian, ia tidak sempat lagi merasakan besarnya

gaji yang ia peroleh.

Nah, kalau Anda tidak ingin seperti orang yang ada di iklan itu, bagaimana kalau

Anda simak tip-tip berikut? Mudah-mudahan dengan tip-tip ini, Anda tidak akan

stress kalaupun mempunyai utang.

1. Tinjau kembali kemampuan Anda dalam membayar cicilan.

2. Jalin hubungan dengan si pemberi utang.

3. Kadang-kadang, tidak apa-apa melakukan gali lubang tutup lubang.


Hati-hati dengan Utang 25


1. Tinjau kembali kemampuan Anda dalam membayar cicilan

Total cicilan utang Anda sebaiknya tidak lebih dari 30% penghasilan Anda.

Namun, bagaimana kalau setelah dihitung-hitung, total cicilan Anda mencapai

50% dari penghasilan Anda? Coba ubah ke 30%.

Bagaimana caranya? Negosiasi.

Misalnya saja, penghasilan Anda per bulan mencapai Rp.3,5 juta. Kebetulan Anda

memiliki tiga utang sebagai berikut:

a. Motor, sebesar Rp.300 ribu per bulan, dibayar ke sebuah perusahaan leasing.

b. Rumah, sebesar Rp.500 ribu per bulan, dibayar ke bank.

c. Uang tunai, sebesar Rp.600 ribu per bulan, dibayar ke seorang teman yang

pernah berbaik hati meminjamkan uang.

Total cicilan Rp.1.400.000,- per bulan. Berarti, sama dengan 40% dari

penghasilan Anda.

Jadikan total cicilan Anda 30% saja dari penghasilan Anda. Dalam hitungan saya,

ini berarti sama dengan Rp.1.050.000,- per bulan.

Bagaimana caranya? Lakukan negosiasi kepada salah satu di antara pemberi

utang, dan minta agar jumlah cicilannya bisa dikurangi. Diharapkan total cicilan

Anda bisa hanya sekitar 30% dari penghasilan atau berkurang sebesar Rp.350 ribu

per bulan.

Siapakah yang bisa dinegosiasi? Di antara ketiga pihak (leasing, bank, dan teman),

yang paling fleksibel adalah teman. Jadi, cobalah datang ke teman Anda, siapa

tahu Anda bisa melakukan negosiasi dengan mengubah cicilan yang tadinya

Rp.600 ribu per bulan menjadi hanya Rp.250 ribu per bulan. Konsekuensinya,

paling-paling Anda harus bersedia memperpanjang jangka waktu pembayaran.

Nggak apa-apa, yang penting cicilan tersebut tidak memberatkan Anda setiap

bulan.


Biasanya, penghasilan Anda setiap tahun naik, bukan? Dengan demikian, lama-

lama total cicilan Anda mungkin tidak lagi menghabiskan 30% penghasilan Anda,


tapi hanya menjadi 25% atau 20% dari penghasilan Anda yang sudah naik.

Sekali lagi, bila sekarang Anda sudah mempunyai utang, tinjau kembali

kemampuan Anda dalam membayar cicilan. Kalau ternyata cicilan tersebut

memberatkan Anda, jangan ragu melakukan negosiasi. Itulah karenanya, penting

sekali bagi Anda memilih pada siapa Anda akan berutang.

2. Jalin hubungan dengan si pemberi utang.

Saya sering kali melihat banyak orang yang setelah mendapatkan utang, bukannya

menjalin hubungan dengan si pemberi utang, malah menjauh dan kadang-kadang

“menghilang dari peredaran”.


“Jalinlah hubungan dengan si pemberi utang untuk

memudahkan Anda agar bisa melakukan negosiasi apabila

kelak Anda bermasalah dengan pembayaran utang Anda.”

Saran saya, cobalah jalin hubungan dengan si pemberi utang. Menjalin hubungan

dengan banyak orang bisa sangat banyak berguna untuk pekerjaan dan usaha kita.


Hati-hati dengan Utang 26

Selain itu, menjalin hubungan bisa sangat bermanfaat kalau suatu saat Anda

mengalami kesulitan membayar utang.

Hubungan yang erat dengan si pemberi utang kadang-kadang memang bisa

membantu dalam memudahkan negosiasi kalau kelak Anda sedang tidak bisa


membayar utang. Ini memang tidak selalu mudah dilakukan, tapi cobalah sekali-

sekali mengajak pemberi kredit Anda di bank untuk makan bersama. Atau, kalau


Anda meminjam dari teman, sering-seringlah melakukan kegiatan bersama

denganmya kalau waktu Anda memang senggang.

Bayangkan kalau Anda tidak menjalin hubungan!

Hubungan Anda dengan si pemberi kredit hanya sebatas hitam putih, hanya

business as usual atau hanya seperlunya saja. Garing, kan? Kalau Anda kelak lagi

nggak bisa bayar, dan mencoba bernegosiasi, sering kali negonya menjadi alot. Ini

karena sebelumnya Anda tidak memiliki kedekatan hubungan pribadi.

3. Kadang-kadang, tidak apa-apa melakukan gali lubang tutup lubang

Maksud saya, kalau kita sedang mempunyai utang dan sudah waktunya

membayar kembali, kadang-kadang kita tergoda untuk meminjam fresh money

dari pihak lain untuk menutup utang yang lama. Nah, ketika sudah waktunya

membayar kembali, kadang kita tergoda juga untuk mengambil utangan baru guna

menutup utang lama. Begitu seterusnya. Inilah yang disebut gali lubang tutup

lubang.

Dari pengalaman saya, gali lubang tutup lubang bisa dilakukan dengan kondisi

berikut.

a. Bunga dari Pihak Baru yang Anda ambil utangannya (jauh) lebih kecil

daripada Pihak Lama yang Anda utangi. Sebagai contoh, Anda berutang ke

teman sebesar Rp.5 juta dengan bunga 2% sebulan. Tidak apa-apa kalau Anda

mengambil utang baru untuk menutup utang lama kalau memang bunganya

hanya 1% sebulan.

b. Terjadi perpindahan kreditor, dari yang “kaku untuk dinegosiasikan” ke

menjadi pihak yang “lebih fleksibel untuk dinegosiasikan”. Contohnya, Anda

meminjam uang ke orang tua untuk membayar utang-utang Anda ke bank.

Orang tua jelas lebih fleksibel daripada bank kalau Anda sedang tidak bisa

membayar utang-utang Anda.

c. Sudah waktunya Anda membayar utang tapi Anda tidak mempunyai uang

sama sekali, dan bila tidak dibayar, Anda akan kena denda yang cukup besar.

Nah, boleh deh Anda melakukan gali lubang tutup lubang sepanjang utang

yang baru tersebut kelak tidak dibayar lagi dari lubang yang baru. Jangan


sampai Anda terus-menerus gali lubang tutup lubang dalam membayar utang-

utang hanya gara-gara tidak mempunyai uang. Cukup sekali saja!


Hati-hati dengan Utang 27


Kiat Nomor 3


“HATI-HATI DENGAN UTANG”

Bagaimana Melakukannya?

1. Ketahui kapan sebaiknya berutang dan kapan tidak berutang.

2. Kuasai tip yang diperlukan bila Anda ingin mengambil utang atau membeli

barang secara kredit.

3. Kuasai tip yang diperlukan bila pada saat ini Anda terlanjur memiliki utang.


Sisihkan untuk Pos-pos... 28

KIAT NO. 4

Sisihkan untuk Pos-pos

Pengeluaran di Masa yang

Akan Datang


Anda pasti pernah mendengar nama PT Pegadaian.

Pegadaian adalah salah satu tempat yang bisa menerima barang yang Anda gadaikan.

Arti gadai disini adalah Anda bisa “menjaminkan” barang Anda dan mendapatkan

pinjaman uang yang besarnya mungkin sekitar 70ò 80% dari nilai barang yang Anda

gadaikan. Setelah satu waktu tertentu, Anda diberi hak menebus kembali barang yang

Anda gadaikan. Tentunya setelah ditambah bunga.

Salah satu masa puncak yang dialami pegadaian setiap tahunnya adalah ketika akan

memasuki tahun ajaran baru di sekolah. Artinya, setiap menjelang tahun ajaran baru

yang biasanya jatuh di bulan Juni atau Juli. Nah, pada bulan Mei, pegadaian sudah

ramai dikunjungi orang yang ingin menggadaikan barang. Ini karena setiap kali

memasuki tahun ajaran baru, banyak orang tua yang tidak memiliki dana cukup untuk

biaya pendidikan yang biasanya harus dibayarò kalau bisaò jauh sebelum si anak

masuk sekolah.

Tidak tepat sebetulnya kalau saya mengatakan bahwa para orang tua tidak memiliki

dana; yang lebih pas adalah “tidak mempersiapkan” dana.


“Setiap menjelang tahun ajaran baru , kantor pegadaian

selalu dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menggadaikan

barangnya untuk mendapatkan dana tunai agar bisa

membayar uang sekolah anaknya.”


Katakan saja Anda baru memiliki anak yang baru lahir di tahun 2005. Berarti, Anda

sudah tahu kapan si anak akan masuk TK, SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi.

Anda berarti juga harus tahu bahwa Anda perlu mengeluarkan uang pada tahun 2009

agar si anak bisa masuk TK. Anda juga harus tahu akan ada pengeluaran lagi di tahun

2011 untuk si anak agar bisa masuk SD. Begitu juga saat anak Anda masuk SMP,

SMA dan perguruan tinggi.

Anda mungkin tidak mempersiapkan dana pendidikan biarpun sudah tahu bahwa

Anda mempunyai kewajiban membayar biaya pendidikan tersebut. Akibatnya, begitu

tahun 2009 datang, Anda tidak mempunyai dana yang cukup untuk membayar biaya

pendidikan anak Anda untuk masuk TK. Begitu juga tahun 2011 ketika si anak masuk


Sisihkan untuk Pos-pos... 29

SD. Begitu juga ketika masuk SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Akibatnya,

pegadaian dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menggadaikan barang agar bisa

mendapatkan dana untuk membayar biaya pendidikan. Padahal, itu terjadi bukan

karena Anda “tidak punya” uang, tapi karena Anda “tidak mempersiapkan”-nya.

Saya tidak ingin membahas biaya pendidikan, tetapi saya ingin menyarankan kepada

Anda untuk mempersiapkan dana sejak sekarang agar Anda bisa membayar pos-pos

pengeluaran yang sudah pasti muncul di masa depan. Kebanyakan kitaò bahkan

mungkin termasuk Andaò terjebak hidup hanya untuk hari ini, tapi melupakan bahwa

masih ada pos-pos pengeluaran di masa depan yang harus dipersiapkan.

Ada empat alasan mengapa orang tidak mempersiapkan dana sejak sekarang untuk

membayar pos-pos pengeluaran yang penting di masa depan.

1. Merasa belum urgent, toh masih lama.

2. Merasa sudah tidak perlu lagi, toh sekarang sudah punya cukup dana.

3. Merasa sudah tidak perlu lagi, toh sekarang penghasilan saya sudah cukup

besar.

4. Pasrah. Biarkan saja hidup ini mengalir seperti air, toh nanti uangnya pasti

akan datang sendiri.


1. Merasa belum urgent, toh masih lama.

Banyak orang tidak mau mempersiapkan dana sejak sekarang untuk semua

pengeluarannya di masa depan hanya karena merasa belum urgent. Toh masih

lama, katanya. Contohnya, anak Anda sekarang masih berusia 5 tahun. Anda

merasa belum perlu mempersiapkan dana untuk si anak agar bisa masuk kuliah di

usia 17 tahun nanti. Toh masi 12 tahun lagi.

Justru karena masih memiliki kesempatan 12 tahun lagi, Anda bisa menyisihkan

uang sedikit-sedikit saja dari sekarang. Sekadar info, kalau Anda terlambat

menpersiapkan dana kuliah dan baru mempersiapkannya ketika si anak berusia 14

tahun, Anda akan merasa jauh lebih berat. Waktu Anda untuk mempersiapkannya

bukan 12 tahun lagi, tapi hanya tiga tahun.

Jadi, tidak ada waktu yang terlalu dini untuk mempersiapkannya. Dalam

mempersiapkan dana untuk masa depan, time is your ally ... waktu adalah sekutu.

Artinya, semakin lama waktu yang Anda miliki, semakin ringan beban Anda

untuk mempersiapkannya dari sekarang.

2. Merasa sudah tidak perlu lagi, toh sekarang sudah punya cukup dana.

Dalam sebuah seminar di Bandung, ketika saya memberikan kesempatan kepada

peserta untuk saling sharing, ada seorang peserta wanita yang maju ke depan.

Sambil memegang mik, dengan antusias ia mulai bercerita ....

“Pak Safir, saya pengusaha dengan dua anak. Beberapa tahun lalu, saya sempat

meremehkan arti sebuah persiapan. Waktu anak pertama saya masuk SD, saya

bisa membayar biaya pendidikannya dari dana yang saya miliki. Maklumlah, Pak,

bisnis saya waktu itu lagi bagus-bagusnya ....”

Hmm, boleh juga ... pikir saya.


Sisihkan untuk Pos-pos... 30


Ia melanjutkan.

“Lantas, ada teman yang menawari saya untuk mengambil asuransi pendidikan

untuk anak kedua saya. Saya pikir, aah ... buat apa sih ambil asuransi. Toh dana

saya untuk membayar sekolah anak kedua pasti cukup nanti. Apalagi saya

pengusaha. Nggak mungkin nggak cukup. Tapi, karena kasihan pada teman saya

yang bolak-balik terus menawari saya, saya akhirnya mengambil asuransi

pendidikan itu.”

Peserta seminar kelihatan mulai tertarik dengan ceritanya. Mereka menunggu

klimaks apa yang akan ia berikan pada akhir cerita.

“Tapi Pak Safir, tahu nggak, ketika anak saya yang kedua akan masuk SD, bisnis

saya mengalami krisis. Toko yang saya buka sejak lama dan sangat laris dengan

sangat terpaksa saya tutup karena digusur oleh pemilik gedung. Walaupun saya

punya pemasukan dari bisnis saya yang lain, tapi toko itulah yang memberikan

pemasukan terbesar buat saya. Akhirnya, asuransi pendidikan yang saya ambil

itulah yang justru menyelamatkan sekolah anak saya. Padahal asuransi pendidikan

itu saya ambil hanya karena kasihan ... eh, ketika toko saya ditutup, malah saya

yang harus dikasihani. Untung ada asuransi pendidikan itu.”

Intinya, jangan terlena dengan kekayaan atau dana besar yang Anda punyai

sekarang. Bagaimana pun, itu bukan jaminan bahwa Anda bisa membayar

pengeluaran-pengeluaran di masa depan. Jaminan Anda adalah berapa banyak dari

kekayaan yang Anda sekarang yang Anda sisihkan untuk pengeluaran di masa

depan.

3. Merasa sudah tidak perlu lagi, toh sekarang penghasilan saya sudah cukup

besar.

Ah, ini sih biasa, apalagi bagi mereka yang hidup di perkotaan. Karier bagus

dengan gaji besar cenderung membuat orang merasa aman. Anggap saja Anda

ingin membeli rumah baru dalam waktu lima tahun mendatang. Anda memang

sudah mempunyai rumah sendiri sekarang dan ingin membeli rumah kedua untuk

investasi. Nanti, lima tahun lagi, begitu mungkin pikir Anda.

Dengan penghasilan besar yang didapat sekarang, kebanyakan orang berpikir

bahwa dalam lima tahun mereka pasti akan memiliki penghasilan yang lebih besar

lagi. Nah, karena ada penghasilan yang lebih besar dalam lima tahun mendatang,

pasti rumah itu bisa kebeli.

Belum tentu! Penghasilan besar Anda sekarang bukan jaminan bahwa Anda akan

mendapatkan penghasilan yang lebih besar lagi pada beberapa tahun mendatang.

PHK, resesi ekonomi, pengambilalihan perusahaan, bahkan pengurangan pegawai

besar-besaran, bisa membuat penghasilan Anda yang besar sekarang menjadi

stagnan atau lebih kecil dibanding sebelumnya.

Bahkan, kalaupun betul penghasilan Anda naik terus, jangan lupa bahwa kenaikan

harga barang dan jasa sering kali malah lebih tinggi dibandingkan dengan

kenaikan gaji Anda. Kalau gaji Anda hanya naik 10% per tahun, harga barang dan

jasa ò termasuk harga-harga dari pos-pos pengeluaran Anda di masa depanò bisa

jadi naik hingga 20% per tahun.


Sisihkan untuk Pos-pos... 31

Jadi, jangan andalkan penghasilan besar Anda sekarang karena itu bukan jaminan

bahwa Anda bisa mempersiapkan dana untuk pos-pos di masa depan. Lebih aman,

sisihkan deh dari sekarang.

4. Pasrah. Biarkan saja hidup ini mengalir seperti air, toh nanti uangnya pasti

akan datang sendiri.

“Jangan pernah memiliki prinsip membiarkan hidup mengalir bagaikan air. Anda

punya pos-pos pengeluaran di masa depan yang dananya harus dipersiapkan sejak

sekarang.”

Ini alasan paling “antik” yang sudah sering saya dengar. Ratusan kali saya

mendengar kata-kata seperti ini: “Persiapan? Aaah, gak usahlah. Biarkan saja

hidup ini mengalir seperti air, nanti juga uangnya pasti ada .... Saya kan selalu

beruntung ....”

Air memang mengalir, tapi Anda ‘kan bukan air. Anda manusia yang mempunyai

hak untuk menentukan ke mana Anda dan keluarga yang Anda bawa akan

“mengalir”.

Ratusan kali pula saya melihat “orang-orang air” ini menyesal ketika waktunya

tiba. Di usia 40 atau 50 misalnya, mereka tidak bisa pergi haji seperti yang mereka

inginkan, tidak bisa pensiun sesuai dengan standar yang mereka mau, tidak bisa

liburan dengan keluarga ke tempat-tempat yang mereka impikan sejak dulu, dan

yang paling nyesek, mereka sadar bahwa umur mereka tidak bisa diulang agar


mereka bisa memperbaiki kesalahan mereka. Jangan heran kalau saya tahu cerita-

cerita seperti itu karena banyak di antara mereka yang akhirnya jadi klien di


kantor saya.

Kesimpulannya, air memang mengalir. Namun, Anda adalah manusia yang

mempunyai hak untuk menentukan kemana Anda dan keluarga Anda akan pergi

mengalir. Jangan lagi asal mengikuti air yang mengalir karena kalau air itu

mengalir ke got, masa Anda mau ikut?


Pos-pos Pengeluaran di Masa Depan yang Umumnya Harus

Dipersiapkan Sejak Sekarang

Apa sih pos-pos pengeluaran di masa depan yang harus dipersiapkan sejak sekarang?

Banyak! Saya sebutkan lima pos pengeluaran yang paling sering dibutuhkan.

Lima pos pengeluaran yang paling sering dibutuhkan, antara lain:

1. Pendidikan Anak

2. Pensiun

3. Properti

4. Bisnis

5. Liburan dan Perjalanan Ibadah


“Ada 5 Pos Pengeluaran di Masa Depan yang umumnya

dimiliki orang, yaitu pendidikan anak, pensiun, pembelian properti

dan semacam itu, bisnis sendiri, liburan dan perjalanan ibadah.”


Sisihkan untuk Pos-pos... 32


1. Pendidikan Anak

Kalau Anda membaca buku saya, Mempersiapkan Dana Pendidikan Anak, atau

sering main ke website kami di www.perencanakeuangan.com Anda pasti tahu

bahwa pendidikan untuk anak itu mahal. Kalau anak Anda sekarang baru berusia 2

tahun, biaya kuliah anak Anda ketika ia berusia 17 tahun bisa dipastikan sekitar

Rp.300 juta lebih.

Kabar baiknya, Anda bisa mempersiapkan dana pendidikan sebanyak itu asalkan

mau menyisihkannya dari sekarang. Ada sejumlah produk investasi yang bisa

Anda pilih. Asuransi pendidikan, misalnya, adalah produk persiapan dana

pendidikan yang paling popular saat ini di Indonesia. Produk ini tersedia dalam

pilihan pembayaran bulanan, tiga bulanan, enak bulanan, atau tahunan, tapi ada

juga yang dalam bentuk sekali bayar kalau memang dana Anda cukup. Nantinya

perusahaan asuransi Anda akan memberikan dana pendidikan setiap kali anak

Anda masuk ke jenjang-jenjang pendidikan tertentu, yang biasanya dimulai ketika

SD.

Selain asuransi pendidikan, pilihan lain yang juga mulai populer ialah tabungan

pendidikan. Pada tabungan pendidikan, Anda seperti membuka tabungan biasa,

tapi uang Anda dikunci. Nanti ketika anak Anda masuk TK, SD, SMP, dan

seterusnya, tabungan Anda baru bisa diambil. Tabungan pendidikan ini diterbitkan

oleh bank, bekerja sama dengan perusahaan asuransi jiwa. Nantinya kalau Anda

sebagai orang tua meninggal dunia, dana pendidikan dari tabungan pendidikan

tersebut tetap akan diberikan.

Produk-produk lain, seperti reksadana atau koin emas, juga bisa dipilih. Tip saya,

kalau Anda menyisihkan uang untuk biaya pendidikan dari penghasilan Anda,

sementara penghasilan Anda didapat dari bekerja secara fisik, Anda harus


mempertimbangkan untuk mengambil proteksi, seperti asuransi, agar bisa berjaga-

jaga kalau terjadi risiko kematian. Ingat, kalau Anda meninggal, penghasilan Anda


pasti akan berhenti. Kalau penghasilan Anda berhenti, siapa yang akan

meneruskan tabungan Anda? Dengan mengambil proteksi berupa asuransi, entah

yang berdiri sendiri atau langsung dalam bentuk asuransi pendidikan atau asuransi

pada tabungan pendidikan, risiko hilangnya penghasilan karena kematian bisa

diantisipasi.

2. Pensiun

Pensiun adalah salah satu pos yang juga harus dipersiapkan supaya kelak Anda

bisa hidup dengan standar yang Anda inginkan. Hal pertama yang harus

diperhatikan ialah sumber penghasilan macam apa yang Anda inginkan ketika

pensiun? Apakah cukup hanya dari jamsostek (hmm ... nggak begitu cukup kali

ya), penghasilan pensiun bulanan dari kantor (paling hanya 70% dari gaji

terakhir), atau dana pensiun lump sum (sekali bayar) yang diberikan di akhir masa

kerja Anda?

Bagaimana kalau Anda memcoba mempertimbangkan alternatif sumber lain untuk

mempersiapkan masa pensiun? Pertama-tama, Anda bisa mengikuti Program

Pensiun seperti DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) dan mengambil hasil

dananya pada usia yang bisa Anda pilih sendiri. Katakan saja di usia 55 tahun.

Pada DPLK, Anda menyetor uang setiap bulan yang diambil dari gaji Anda,

kemudian uang itu akan diputar oleh Manajer Investasi yang bekerja pada


Sisihkan untuk Pos-pos... 33


Perusahaan DPLK Anda. Jangan khawatir, Manajer Investasi itu umumnya jago-

jago, kok. Nanti, ketika pensiun, kita harapkan uang Anda yang diputar oleh


Manajer Investasi Anda sudah tumbuh berkembang dan bisa dinikmati.

Alternatif lain ialah melakukan investasi sendiri dan menikmati hasilnya ketika

pensiun. Jadi, Anda tidak perlu lagi menyetor ke Perusahaan DPLK karena di sini

Andalah yang akan memutar serta menginvestasikan sendiri dana Anda setiap

bulan yang diambil secara rutin dari gaji Anda. Kalau ingin melakukan cara ini,

pastikan Anda menguasai dan mau belajar tentang kiat yang baik dalam investasi.

Alternatif lain yang banyak juga dipilih orang untuk masa pensiun ialah membuka

bisnis sejak sekarang. Ketika Anda pensiun, diharapkan bisnis itu sudah berjalan

dengan baik dan hasilnya bisa dinikmati dan digunakan untuk membayar

pengeluaran-pengeluaran di masa pensiun. Memang tidak gampang membuka

bisnis sendiri. Perlu mental yang cukup baik untuk bisa berhasil. Kalau Anda

merasa belum mempunyai mental yang cukup baik, saya rasa tidak ada salahnya

Anda memulai dari sekarang. Mumpung pensiun Anda masih jauh. Anda pun

memiliki kesempatan untuk jatuh bangun terlebih dahulu di bisnis tersebut.

Dengan demikian, ketika pensiun, diharapkan Anda sudah terlatih dan kondisi

bisnis Anda sudah berada di atas agar hasilnya bisa dinikmati.

3. Properti dan kepemilikan lain

Tanah, rumah, dan kendaraan kadang-kadang menjadi tujuan di masa datang yang

harus disiapkan. Bila tujuan ini merupakan salah satu pos pengeluaran di masa

datang yang juga menjadi keinginan Anda, ada dua alternatif dalam

mempersiapkannya.

Pertama, dengan menabung sendiri. Dengan gaji saat ini, Anda bisa menabung

sedikit demi sedikit supaya bisa membeli properti itu dalam beberapa tahun

mendatang. Oleh karena harga tanah, rumah, dan kendaraan mahal, bisa puluhan

bahkan ratusan juta rupiah, Anda bisa menggunakan alternatif kedua,

memanfaatkan fasilitas pinjaman.

Fasilitas pinjaman dari siapa? Pertama-tama bisa dari bank. Pada saat ini hampir

semua bank memberikan fasilitas pinjaman untuk pembelian rumah atau

kendaraan yang bisa Anda manfaatkan. Sejumlah bank pada saat ini bahkan

bersaing untuk bisa mendapatkan nasabah-nasabah kredit.

Selain bank, perusahaan pembiayaan juga banyak memberikan tawaran

pembiayaan untuk kendaraan. Jangan lupa, untuk kredit kendaraan, perusahaan

pembiayaan saat ini mengungguli bank dalam segi jumlah nasabah. Ini bisa terjadi

karena proses disetujui atau tidaknya permohonan aplikasi kredit di perusahaan

pembiayaan biasanya jauh lebih cepat dibandingkan dengan di bank. Jangan lupa,

entah Anda meminjam di bank atau perusahaan pembiayaan, tentu Anda harus

mengembalikan pinjaman tersebut setiap bulan dalam bentuk cicilan pokok dan

bunga, yang diambil dari gaji Anda.

4. Bisnis

Beberapa di antara Anda yang sekarang bekerja sebagai karyawan pasti pernah

berpikir untuk membuka bisnis sendiri. Namun, dikarenakan alasan klise: modal,

akhirnya bisnis tersebut nggak jadi dibuka.


Sisihkan untuk Pos-pos... 34


Padahal, membuka bisnis sendiri, selama tidak mengganggu waktu kerja atau

tidak berada di bidang yang sama dengan perusahaan tempat bekerja sekarang,

sering kali menjadi impian banyak karyawan. Cuma ya itu, mentok-mentoknya

masalah modal.

Dari pengalaman saya, keluhan atas kurangnya modal sering kali bukanlah alasan

sebenarnya dari mereka yang menunda-nunda untuk membuka bisnis sampingan

di luar pekerjaan, tapi lebih dikarenakan excuse saja. Hanya alasan!

Apakah bisnis Anda nggak bisa jalan karena alasan modal? Jangan lupa, bila Anda

pada saat ini bekerja sebagai karyawan, bisnis yang Anda buka sekarang pasti

skalanya masih sangat kecil. Dengan skala yang sangat kecil, apakah modal yang

dibutuhkan harus betul-betul besar? Cobalah hitung lagi berapa sebenarnya modal

uang yang Anda butuhkan untuk memulai bisnis, siapa tahu bisa lebih kecil.

Pertanyaannya, dari mana modalnya?

Lebih baik dari menabung sendiri. Boleh saja Anda langsung meminjam uang

untuk membuka bisnis Anda sekarang. Saran saya, pinjamlah kalau memang Anda

betul-betul kepepet. Kalau tidak, saya menyarankan Anda untuk menabung

sendiri. Jangan lupa, kalau Anda meminjam, toh Anda harus mengembalikannya

juga. Sama seperti menabung sendiri, kan?

5. Liburan dan perjalanan ibadah

Liburan dan perjalanan ibadah juga merupakan tujuan di masa datang yang sering

kali diinginkan banyak keluarga. Jangan lupa, liburan dan perjalanan ibadah juga

membutuhkan dana yang cukup besar.

Pergi haji, misalnya. Biayanya cukup besar. Pertama, dollar di Indonesia cukup

mahal (jadi ingat waktu dollar kita masih Rp.2.500,-an). Kedua, setiap tahun

harga-harga seperti tiket pesawat dan akomodasi memang naik.

Bagaimana dengan liburan? Ini juga bisa besar. Jangan lupa, biaya liburan

biasanya sangat bergantung pada lima hal: transportasi, akomodasi, makan dan

minum, rekreasi di objek wisata, dan oleh-oleh. Semua itu umumnya cukup

mahal. Apalagi kalau Anda memutuskan untuk berlibur ke luar negeri. Banyak di

antara kita yang ingin pergi ke negara ini atau negara itu hanya karena kita sering

melihatnya di teve.

Kalau Anda ingin mempersiapkan dananya, pesan saya: jangan terlalu

mengandalkan utang. Tabung saja uangnya. Saya sering melihat seseorang yang

memutuskan pergi berlibur ke luar negeri dengan memanfaatkan fasilitas utang,

entah fasilitas utang di kartu kredit atau dari kantor.


Sisihkan untuk Pos-pos... 35


Kiat Nomor 4


“SISIHKAN UNTUK POS-POS PENGELUARAN

DI MASA YANG AKAN DATANG”

Bagaimana Melakukannya?


1. Ambil kertas dan tulis pos pengeluaran yang perlu Anda persiapkan untuk

masa yang akan datang.

2. Untuk masing-masing pos pengeluaran, tulis alternatif yang akan Anda

tempuh agar bisa mempersiapkan dananya.

3. Sisihkan gaji dan bonus-bonus Anda mulai dari sekarang untuk

mempersiapkannya.


Miliki Proteksi 36

KIAT NO. 5

Miliki Proteksi


eberapa hari sebelum saya menulis Kiat Nomor 5 ini, salah seorang staf saya

di kantor berniat pulang ke rumah. Tak disangka turun hujan. Setelah

beberapa lama, melihat hujan kelihatannya tidak berhenti, ia datang kepada

saya. Dengan suara takut-takut, ia memohon agar saya bisa meminjaminya payung.

Saya mengizinkan. Akhirnya, ia membuka payung dan tersenyum ketika melihat logo

dari sebuah operator GSM yang tergambar di situ.

Ngomong-ngomong tentang payung itu, kebetulan saya mendapatkannya secara gratis

ketika diundang sebagai narasumber di sebuah siaran acara pagi hari di salah satu

radio swasta terkenal di Jakarta. Ketika selesai siaran, seperti biasa mereka memberi

saya bingkisan, amplop, danòyang paling pentingòsebuah payung.

Saya berpikir, “Uang dalam amplop sih bisa dicari. Tapi payung ini, hmm ... tidak

mudah mencarinya karena tidak bisa didapatkan di sembarang tempat ....”

Beberapa minggu kemudian, saya tidak pernah memakainya. Payung itu masih

terbungkus dengan sangat rapi di dalam plastik, sampai akhirnya staf saya yang

pertama kali memakainya. Ya ... ia bisa pulang ke rumahnya dengan tersenyum dan

tidak terkena air hujan karena memakai payung yang ukurannya memang cukup

besar.

Menariknya, ketika melihat wujud sebuah payungò yang melindungi staf saya dari air

hujan sore hariò saya seperti melihat penggambaran tentang pentingya sebuah proteksi

bagi keluarga. Apa yang dimaksud dengan proteksi? Proteksi di sini adalah

perlindungan bila terjadi satu risiko pada keluarga Anda.

Apa yang diproteksi? Apa yang dilindungi?

Keuangannya!


Risiko-risiko yang Mungkin Terjadi pada Kehidupan Anda

Bayangkan Anda adalah pria berusia 37 tahun, memiliki istri dan tiga orang anak

yang masih dibiayai secara bulanan, baik hidupnya maupun sekolahnya. Di rumah,

hanya Anda yang bekerja, sementara istri Anda seorang ibu rumah tangga. Simpanan

uang di keluarga kebetulan tidak banyak-banyak amat, hanya sekitar Rp.32 juta. Anda

kebetulan juga tidak memiliki produk-produk investasi lain. Ya, ada sih. Bentuknya

deposito sekitar Rp.12 juta, di luar yang Rp.32 juta tadi. Anda bekerja di kantor yang

sekarang sudah 10 tahun, dengan penghasilan sekitar Rp.4,7 juta per bulan.

B


Miliki Proteksi 37


Pertanyaannya sederhana:

“Apa yang terjadi kalau Anda meninggal dunia?”

Secara keuangan, sudah jelas, gaji Anda berhenti. Mungkin kantor Anda akan berbaik

hati memberikan pesangon, tapi berapa sih pesangonnya? Anggap saja ada pesangon

yang jumlahnya enam bulan gaji terakhir. Sekarang, siapa yang akan membiayai

hidup orang-orang yang Anda tinggalkan?

“Oh, bisa Pak Safir,” kata Anda, “dari simpanan tadi.”

Keluarga Anda mungkin akan memakai uang pesangon plus mencairkan depositonya.

Akan tetapi, sampai kapan uang itu bertahan? Cepat atau lambat pasti habis. Nah,

disinilah pentingnya melakukan proteksi sehingga kalau terjadi satu risiko, apapun

risiko itu, orang yang Anda tinggalkan tidak perlu lagi “menderita” secara keuangan.


***


Anggap saja Anda wanita, belum menikah, dan masih tinggal di rumah orang tua.

Menariknya, Anda adalah anak satu-satunya yang sudah bekerja. Orang tua Anda

sudah pensiun. Adik-adik anda masih sekolah. Anda satu-satunya orang di rumah

yang memiliki penghasilan layak dan menanggung beban hidup seluruh keluarga, dari

bekerja sebagai karyawan.

Apa yang terjadi kalau tiba-tiba sedang menyeberang jalan di dekat kantor, dan

sebuah mobil menabrak Anda dengan cukup kencang dari belakang?

Ada dua kemungkinan. Pertama, Anda meninggal. Otomatis, gaji Anda berhenti.

Kalau gaji Anda berhenti, berhenti juga tanggungan Anda untuk keluarga.

“Sebuah payung dikala hujan ibarat proteksi bila terjadi risiko pada keluarga Anda.”

Kemungkinan kedua, ketika ditabrak , Anda tidak meninggal. Hanya mengalami luka,

namun sangat parah. Kemungkinan terburuk, Anda koma, tidak sadarkan diri. Dokter

Anda juga tidak tahu sampai kapan Anda tidak sadarkan diri. Akan tetapi, di kantor

Anda, jelas Anda sudah akan dirumahkan. Bahkanò siap-siap sajaò kehilangan

pekerjaan di bulan kedua. Sementara Anda tidak sadarkan diri, nggak tahu sampai

kapan. Kalau Anda tidak bisa kembali bekerja, penghasilan Anda juga berhenti.

Risiko lain, Anda sakit. Ada biaya dokter yang harus dibayar. Belum lagi biaya rumah

sakit. Nginep di rumah sakit itu mahal. Per malam bisa ratusan ribu. Belum kalau

operasi. Belum obatnya. Bisa puluhan juta!

***


Mau tahu risiko lain?

Anggap saja Anda seorang janda. Anda mempunyai rumah sendiri, dengan satu anak

perempuan yang sudah SMP. Apa yang terjadi kalau rumah Anda terbakar? “Waduh,

jangan sampai dong,” begitu mungkin kata Anda. Ya, jangan sampai, memang.

Namun, misalnya rumah Anda terbakar, apa kira-kira kerugian Anda?


Miliki Proteksi 38


Pertama, Anda rugi harta, baik bangunan maupun isinya. Kedua, Anda mungkin

belum tentu mempunyai uang cash untuk membangun rumah lagi. Kalau Anda

mempunyai uang cash sih nggak apa-apa, tapi kalau nggak punya? Mungkin Anda

harus pinjam sana-sini.

Itu rumah. Kalau Anda mempunyai kendaraan sendiri? Seperti mobil atau motor,

gimana? Hati-hati! Risiko kendaraan berbeda dengan rumah: jauh lebih tinggi.

Kendaraan ‘kan dibawa kemana-mana. Setiap hari lagi. Sementara rumah tetap di situ.

Paling-paling rumah Anda hanya menunggu datangnya risiko, sementara kendaraan,

keluar mencari risikonya sendiri. Hua ha ha ...

Oke, cukup becandanya. Kesimpulannya, apa saja risiko yang mungkin bisa terjadi

pada kehidupan Anda? Risiko-risiko yang mungkin bisa terjadi pada kehidupan Anda

antara lain adalah:

1. Kematian

2. Kecelakaan

3. Sakit

4. Musibah pada rumah

5. Musibah pada kendaraan

6. Pemutusan Hubungan Kerja

Tiga Hal yang Bisa Anda Lakukan untuk Memproteksi Akibat Risiko

Apa yang bisa Anda Lakukan untuk memproteksi risiko-risiko tersebut? Jawabnya

ada tiga, yaitu:

1. Miliki asuransi.

2. Miliki dana cadangan.


3. Miliki sumber penghasilan di luar gaji yang kalau bisa didapat secara terus-

menerus.


1. Asuransi

Kata asuransi mungkin akan lewat di kepala Anda bila mendengar kata “proteksi”.

Ya, kata “proteksi” memang selalu dikaitkan dengan asuransi. Dengan memiliki

asuransi, akibat-akibat yang muncul bila terjadi risiko pada keluarga Anda bisa

diantisipasi.

Ada tiga jenis jasa asuransi yang umumnya dikenal.

Pertama, Asuransi Jiwa. Dengan asuransi ini, bila terjadi risiko kematian pada

diri Anda, perusahaan asuransi akan memberikan sejumlah uang yang biasa

disebut Uang Pertanggungan kepada ahli waris Anda. Uang Pertanggungan inilah

yang nanti diharapkan bisa dikelola oleh ahli waris Anda. Ada bermacam-macam

asuransi jiwa, ada yang konvensional, ada juga yang modern. Untuk mendapatkan

produk asuransi jiwa gampang koq. Datang saja ke perusahaan asuransi yang

biasanya mempunyai nama diakhiri dengan kata “jiwa” atau “life”. Asuransi Jiwa

Bersama Bumiputera misalnya, Manulife, atau Sunlife. Allianz Life juga. Ada

pula Prudential.

Kedua, Asuransi Kesehatan. Asuransi kesehatan adalah program asuransi yang

memberikan penggantian biaya kesehatan yang sifatnya untuk penyembuhan

(sekali lagi, penyembuhan, bukan pemeliharaan). Biaya kesehatan itu terbagi atas:


Miliki Proteksi 39


a. Perawatan, dan

b. Penyembuhan Sakit.


Perawatan, misalnya membeli vitamin atau check up rutin. Penyembuhan sakit

contohnya untuk biaya dokter, berobat, operasi, bahkan biaya rumah sakit. Harus

kemanakah kita kalau ingin mencari produk asuransi kesehatan? Di Indonesia,

produk-produk asuransi kesehatan banyak dijual oleh Perusahaan Asuransi Jiwa,

baik sebagai produk utama yang berdiri sendiri atau sebagai produk yang

ditempelkan pada Asuransi Jiwa.

Ketiga, Asuransi Kerugian. Asuransi ini biasanya memberikan uang

pertanggungan kalau-kalau properti atau barang-barang Anda (seperti rumah atau

kendaraan) kena musibah. Contohnya, kebakaran rumah atau kecelakaan

kendaraan di jalan raya.

Jadi, dengan membeli produk asuransi kerugian, Anda sebetulnya sudah

melakukan proteksi untuk berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu pada rumah Anda,

misalnya.

Kalau terjadi kebakaran di rumah Anda, sebetulnya Anda mengalami kerugian

sebesar nilai bangunan dan isinya. Mengapa “tanah” tidak dihitung? Oleh karena,

tanah kan nggak kena risiko fatal. Kalaupun terjadi, paling banter tanah itu toh

jadi empang.

Jadi, kalau Anda ingin mengasuransikan rumah dan isinya, sebetulnya yang

diasuransikan itu adalah bangunan dan isinya.

Bila Anda masih kebingungan tentang asuransi, bacalah buku saya,

Mengantisipasi Risiko.

2. Dana cadangan

Sebagai seorang karyawan, apakah Anda terus-menerus tidak pernah memiliki

uang tunai di rekening tabungan Anda?

Kalau jawabannya IYA, then you’re in a dangerous situation.

Suatu hari saya pernah memberikan pelatihan di sebuah perusahaan yang sangat


besar. Topiknya menarik: Kiat Mengelola Uang Pesangon. Pesertanya, orang-

orang yang ternyata SUDAH di-PHK, tetapi belum menerima uang pesangon.


Ngomong-ngomong tentang pelatihan untuk orang-orang yang di-PHK, kalau

Anda kebetulan orang di divisi HRD, saran saya, jangan mengadakan pelatihan

atau seminar Mengelola Uang Pesangon setelah peserta mendapatkan uang

pesangonnya. Dijamin nggak bakal banyak yang datang. Kalau mau, berikan


pelatihan atau seminar tentang pengelolaan uang pesangon sebelum mereka benar-

benar menerimanya. Biasanya, lebih banyak yang datang!


Dalam pelatihan Mengelola Uang Pesangon yang saya berikan, saya menemukan

banyak sekali peserta yang ternyata tidak pernah bisa memiliki uang cukup di

tabungannya. Bukan karena penghasilan mereka tidak besar, tapi masalahnya,

tidak banyak di antara mereka yang bisa menyisakan cukup uang di rekening

tabungan. Selalu saja habis. Alasannya macam-macam, terlalu banyak


Miliki Proteksi 40

pengeluaranlah, harga-harga naiklah, selalu tekorlah, anaknya banyaklah, dan

seterusnya.

Nah, ketika PHK itu datang, paniklah mereka. Kenapa? Oleh karena, ketika PHK,

gaji mereka akan berhenti. Selama belum bekerja lagi, mereka mau hidup dari

mana? Kan nggak ada tabungan? Itulah kenapa ada uang pesangon.

Untuk seorang yang mengalami PHK, perusahaan wajib memberikan uang


pesangon. Ada undang-undangnya. Namun, apakah hanya karena ada undang-

undangnya, perusahaan Anda akan tetap memberikan uang pesangon?


Kenyataannya, uang pesangon itu nggak selalu ada. Kebanyakan kasus itu terjadi

di perusahaan yang organisasinya tidak besar-besar amat. Banyak perusahaan

yang lingkupnya sangat kekeluargaan, yang jumlah orang di organisasinya

mungkin hanya sekitar 15 orang bahkan kurang, sering kali menyelesaikan

masalah PHK ini tanpa uang pesangon. Kalaupun ada, mungkin jumlahnya hanya

sekitar 2ò 3 bulan gaji. Alasan tidak adanya (atau kecilnya) uang pesangon ini

bermacam-macam. Namun, kebanyakan alasannya seragam: kondisi perusahaan

sedang sakit.

“Miliki dana cadangan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran

keluarga selama beberapa bulan ke depan kalau-kalau

terjadi sesuatu pada sumber penghasilan Anda.”


Jadi, apa yang harus dilakukan? Sederhana sekali: miliki dana cadangan! Guna

dana cadangan adalah untuk membayar pengeluaran-pengeluaran Anda selama

belum mendapatkan pekerjaan.

Seberapa besar jumlah dana cadangan yang sebaiknya dimiliki? Ya, sebesar

pengeluaran keluarga selama beberapa bulan. Anggap saja bila Anda di-PHK,

Anda akan hidup dari dana cadangan untuk beberapa bulan sebelum akhirnya

mendapatkan pekerjaan kembali. Berapa jumlahnya? Idealnya sih sekitar 3, 6

hingga 12 bulan pengeluaran keluarga Anda.

Jadi, kalau pengeluaran keluarga Anda saat ini Rp.1 juta per bulan, berarti Anda

harus mempunyai dana cadangan sebesar Rp. 3, 6 hingga 12 juta. Anggap saja

Rp.6 juta. Ini berarti, kalau Anda di-PHK hari ini juga dan tidak mendapatkan


uang pesangon, Anda masih mempunyai uang untuk membayar pengeluaran-

pengeluaran keluarga selama 6 bulan ke depan walaupun Anda tidak digaji lagi.


Jadi, tunggu apa lagi? Miliki dana cadangan sekarang juga! Jangan sampai Anda

harus di-PHK dan tidak mendapatkan uang pesangon, Anda sengsara.


3. Miliki sumber penghasilan di luar gaji yang kalau bisa didapat secara terus-

menerus


Sekarang, saya ingin mengajak Anda untuk jujur kepada diri sendiri. Kapan

terakhir kali Anda merasa bahwa bekerja sebagai seorang karyawan bisa membuat

Anda kaya?

Seperti saya katakan di depan, menjadi karyawan itu bukan jaminan bisa membuat

Anda kaya. Sebaliknya, membuka usaha sendiri pun belum tentu bisa membuat


Miliki Proteksi 41

Anda kaya. Buktinya, saya sudah puluhan kali melihat bahwa banyak usahawan

muda yang penghasilannya sangat besar, tapi ketika akhir bulan, sering kali

penghasilan itu habis begitu saja. Kesimpulannya, menjadi usahawan bukan

jaminan bisa membuat Anda kaya, dan menjadi karyawan juga bukan berarti

bahwa Anda tidak bisa kaya. Anda bisa kaya dari bagaimana Anda mengelola

penghasilan yang masuk, seberapa pun besar atau kecilnya penghasilan itu.


Nah, berbicara soal gaji kecil, yang jadi masalah, banyak karyawan yang betul-

betul hanya termotivasi karena uang ketika mereka bekerja. Pikiran mereka nggak


jauh-jauh amat dari kalimat seperti di bawah ini.

“ Hmm ..., gaji saya sekarang Rp.2 juta. Kapan ya gaji saya bisa naik jadi Rp.2,5

juta?”

“Bonus saya tahun ini Rp.10 juta. Ah, nggak bener nih. Harusnya bonus saya

Rp.17 juta dong. Gimana sih orang HRD? Gak tau orang udah kerja capek-capek,

apa?”

“Gaji kamu Rp.3 juta per bulan? Waduh, koq gaji saya jauh di bawah kamu ya?

Padahal kan job desc kita hampir sama. Wah, gak adil nih ....”

Komentar saya atas pernyataan-pernyataan seperti itu Cuma satu:

“Jangan pernah bekerja hanya untuk uang ....”

Maksudnya?

Kalau Anda jadi karyawan, uang yang Anda dapat tiap bulan ‘kan “dijatah” orang.

Kalau uang bulanan Anda “dijatah” orang, ya ngapain Anda kerja hanya untuk

uang? Kalau Anda mau penghasilan besar dan tidak dijatah, bukalah usaha

sendiri; uang masuknya bisa lebih besar. Anda juga bisa menjadi makelar atau

agen asuransi sehingga bisa menentukan sendiri uang yang Anda dapatkan.

Berulang-ulang saya katakan bahwa Anda tetap bisa kaya berapa pun penghasilan

Anda, termasuk ketika bekerja sebagai karyawan yang penghasilannya dibatasi.

Namun, kalau berharap gaji dengan jumlah besar yang masuk kepada Anda setiap

bulannya, mending nggak usah jadi karyawan.

Kesimpulannya? Kalau Anda bekerja, cobalah tidak hanya untuk alasan uang, tapi

bekerjalah untuk bisa memiliki teman-teman baru atau mendapatkan keahlian

baru. Prinsipnya, cobalah bekerja tidak hanya demi “uang”. Hidup Anda akan

membosankan.

Sekali lagi, Anda tetap bisa kaya dengan mengelola gaji. Akan tetapi,

mengharapkan gaji besar? No way. Bukannya nggak bisa, tapi ingat, bukan Anda

yang menentukan jumlah gaji yang Anda dapatkan.

Apa yang harus Anda lakukan kalau Anda tidak bekerja hanya untuk uang?

Jawabannya: miliki sumber penghasilan lain di luar gaji Anda sekarang. Dengan

demikian, kalau Anda mengalami hal buruk dengan gaji Anda, Anda sudah

mempunyai back up penghasilan. Kalau perlu, atau kalau bisa, usahakan agar


Miliki Proteksi 42

penghasilan lain tersebut bisa didapatkan secara terus-menerus. Ibaratnya nih,

kalaupun Anda di-PHK sekarang, dan setelah beberapa bulan dana cadangan Anda

habis selama Anda belum bekerja lagi, Anda toh sudah mempunyai alternatif

penghasilan lain.

Sumber penghasilan lain seperti apa yang bisa didapatkan secara terus-menerus?

Pertama, tentu saja bisnis. Oleh karena, pada saat masih bekerja, Anda bisa

mencari peluang bisnis yang mungkin dapat dijalankan tanpa mengganggu waktu

kerja Anda, seperti investasi di usaha orang lain, membuka warung makan yang

dijalankan oleh adik Anda yang pinter masak, atau membuka wartel atau warnet

kecil yang dioperasikan sepupu Anda. Memang, untuk awalnya, penghasilan dari

sumber itu mungkin nggak besar-besar amat. Akan tetapi, yang penting harapan

Anda ‘kan mereka bisa terus-menerus ngasih penghasilan.

Alternatif kedua, kalau Anda menginginkan sumber penghasilan yang bisa

memberikan hasil secara terus-menerus, milikilah produk-produk investasi yang

bisa memberikan Pendapatan Tetap untuk Anda, seperti deposito yang

memberikan pendapatan tetap berupa bunga, atau rumah yang bisa juga

memberikan pendapatan tetap berupa uang sewa secara periodik. Fokuskan diri

Anda terus-menerus untuk memiliki produk-produk investasi seperti ini sehingga

kelak, jumlah pendapatan tetap yang masuk dari investasi ini bisa menyamai

pendapatan Anda sekarang. Memang nggak gampang dan nggak mungkin bisa

cepat. Mungkin butuh waktu bertahun-tahun sebelum pendapatan tetap Anda dari

investasi ini bisa menyamai penghasilan Anda sekarang.

Ingat, merintis jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Namanya juga sedang

membangun sumber passive income, alias income yang didapat tidak

mengharuskan kita untuk aktif bekerja. Kalau mempunyai passive income yang

bagus, Anda bisa lebih tenang bekerja di tempat sekarang. Konsentrasi Anda tidak

harus terganggu oleh masalah gaji yang dirasa kecil, padahal sebetulnya tidak.

Ingat, tugas perusahaan bukanlah menyejahterakan Anda, tapi memberikan

imbalan yang pantas sesuai dengan job desc Anda. Anda hanya perlu


mengusahakan untuk memiliki satu sumber penghasilan lagi yang mudah-

mudahan bisa dijadikan passive income.


Passive income ini awalnya mungkin memang kecil, tapi lama-kelamaan kita

harapkan jumlahnya bisa semakin besar dan besar.

Selain itu, dengan memiliki sumber penghasilan lain yang diusahakan bisa

menjadi passive income, Anda bisa mengantisipasi risiko hilangnya sumber

penghasilan dari pekerjaan Anda sebagai karyawan. Dana cadangan memang bisa

mengantisipasi risiko PHK. Akan tetapi, ingat dana cadangan sebetulnya hanya

sebuah proteksi untuk jangka pendek kalau Anda di-PHK. Nah, kalau dana

cadangan berguna untuk proteksi jangka pendek, sumber penghasilan lain yang

terus-menerus akan berguna untuk proteksi jangka panjang. Selain itu, kalau

sumber penghasilan Anda banyak, nggak hanya menggantungkan diri dari gajiii

melulu, Anda tentu akan dapat merasakan enaknya. Misalnya, jika salah satu

sumber penghasilan Anda mati, Anda masih mempunyai cadangan sumber yang

lain. Itulah enaknya kalau mempunyai sumber penghasilan yang banyak.

Sementara penghasilan di kantor Anda sekarang tetap menjadi sumber utama.


Miliki Proteksi 43


Kiat Nomor 5

“MILIKI PROTEKSI”

Bagaimana melakukannya?


1. Miliki asuransi, entah asuransi jiwa, asuransi kesehatan, atau asuransi

kerugian. Syukur kalau dari beberapa dari jenis jasa asuransi itu sudah

dibayari oleh kantor. Kalau tidak, beli saja dengan biaya sendiri.

2. Miliki dana cadangan sebagai proteksi jangka pendek kalau Anda kehilangan

penghasilan dan tidak mendapatkan uang pesangon, atau kalau uang

pesangonn Anda sangat kecil.

3. Miliki Sumber Penghasilan Lain di Luar Gaji yang kalau bisa didapat secara


terus-menerus, sebagai proteksi jangka panjang dari gaji Anda yang sewaktu-

waktu bisa saja terancam berhenti.


Kesimpulan 44

Kesimpulan


ari pengalaman saya memberikan materi perencanaan keuangan dalam

bentuk training dan seminar, termasuk ketika menulis di media cetak dan

berbicara di media elektronik tentang cara mengelola gaji, saya sering kali

menemukan satu kenyataan yang menyedihkan.

Apa itu? Sering kali orang di luar sana lebih senang membaca, mendengar, dan

menonton saya ketika memberikan saran-saran perencanaan keuangan, dibandingkan

dengan melakukan apa yang saya sarankan. Mereka kadang terlibat aktif dalam

mendengarkan atau membaca saran saya di berbagai media cetak, tapi banyak di

antara mereka yang masih juga tidak melakukan saran-saran yang saya berikan.

Kenapa bisa begitu?

Jawabannya sederhana:

“Karena ‘belajar’ dan ‘melakukan’ adalah dua hal yang sangat berbeda. Banyak

orang yang lebih senang belajar, belajar, dan belajar, tapi ketika harus melakukan apa

yang dipelajari, eit, nanti dulu. Udah enak-enak di kondisi yang sekarang, eeeh, malah

disuruh melakukan hal lain yang mengganggu rasa nyaman yang biasa didapat ....”

Betul, belajar dan melakukan adalah dua hal yang berbeda. Dengan buku ini,

misalnya, lebih mudah bagi Anda untuk “belajar” daripada “melakukan” lima kiat

yang sudah Anda baca. Padahal, saya sangat mengerti bahwa untuk menjalankan lima

kiat tersebut, Anda harus keluar dari kenyamanan Anda. Sebagai contoh, untuk mau

membiasakan diri membeli atau memiliki Harta Produktif, seseorang harus mengubah

cara pikir. Mungkin yang tadinya biasa berpikir, “Nabungnya nanti aja deh kalau

penghasilannya bersisa,” sekarang harus diubah menjadi, “Oke, sekarang saya nabung

dulu, invest dulu ke Harta Produktif, baru belanja ....” Atau, ketika datang ke mall,

Anda yang mungkin biasa berpikir, “Apa yang bisa saya beli?” harus diubah menjadi,

“Apa yang bisa saya jual di mall ini?” Berat, kan rasanya?

Contoh lain adalah kebiasaan ngutang. Kalau Anda terbiasa ngutang, mungkin

sekarang kebiasaan itu harus Anda kurangi supaya cicilan utang Anda tidak

memberatkan gaji Anda. Wah, buat mereka yang senang ngutang, saya tahu akan

berat sekali mengubah kebiasaan itu. Ya, kan?

Akan tetapi, dari pengalaman saya, keberhasilan sering kali sangat membutuhkan

pengorbanan. Salah satunya, mengubah cara berpikir, dan yang paling penting,

bertindak. Nah, kalau Anda ingat, sekali lagi ada lima kiat dalam mengelola gaji agar

Anda bisa kaya:

D


Kesimpulan 45


Kiat Nomor 1:


“Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin Harta Produktif”


Kiat Nomor 2:

“Atur Pengeluaran Anda”

Kiat Nomor 3:

“Hati-hati dengan Utang”

Kiat Nomor 4:


“Sisihkan untuk Pos-pos Pengeluaran di Masa yang Akan Datang”


Kiat Nomor 5:

“Miliki Proteksi”


Sulitkah dilakukan? Sulit atau tidak, jelas ada pengorbanan! Saya tidak mau jika Anda

sekadar membaca apa yang saya tulis, tapi saya pun ingin Anda melakukannya.

Bukan untuk saya, bukan untuk orang lain, tapi untuk kesejahteraan Anda dan

keluarga Anda.

Sudah tiba waktunya saya mengakhiri buku ini, dan mengatakan kepada Anda,

“Selamat mengelola gaji Anda!” Selanjutnya, bila Anda pelan-pelan telah berhasil

menabung dan menyisihkan sedikit demi sedikit penghasilan Anda dalam bentuk

tabungan, deposito, reksadana, atau dalam bentuk aset-aset lain, mari dengan lantang

kita katakan kepada orang-orang di luar sana ...

“Siapa bilang jadi karyawan nggak bisa kaya?”


Profil Penulis 46


Profil Penulis


afir Senduk adalah seorang Perencana Keuangan. Menempuh pendidikannya di

STIE IBMI, Jakarta, dan mempelajari ilmu keuangan keluarga secara otodidak

selama 4 tahun, Safir mendirikan Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk &

Rekan pada awal tahun 1998. Misi biro ini adalah melayani klien dalam membuat

perencanaan keuangan bagi mereka dan memberikan edukasi tentang keuangan

keluarga kepada masyarakat.

Selain melayani klien, memberikan pelatihan, serta menjadi pembicara seminar, Safir

juga menulis enam buku tentang perencanaan keuangan yang tergabung dalam Seri

Perencanaan Keuangan Keluarga. Masing-masingnya adalah “Mempersiapkan Dana

Pendidikan Anak”, “Merancang Program Pensiun”, “Mengantisipasi Risiko”,

“Mengelola Keuangan Keluarga”, “Mengatur Pengeluaran Secara Bijak”, dan

“Mencari Penghasilan Tambahan”.

Pada tahun 2000, ia juga mendirikan situs www.perencanakeuangan.com sebuah situs

yang sampai saat ini telah berkembang menjadi situs terbesar dan terlengkap di

Indonesia. Situs ini membahas tentang perencanaan keuangan, dan yang paling sering

menjadi acuan serta referensi dari banyak kalanganòmulai dari mahasiswa, karyawan,

pengusaha, hingga wartawanò yang ingin mencari topik-topik tentang perencanaan

keuangan.

Safir juga sering tampil pada acara-acara talkshow di televisi dan radio. Saat ini ia

juga mengisi sejumlah rubrik dan acara di beberapa media, diantaranya:

Media Cetak:

Tabloid NOVA, rubrik “Ulas Uang”

Harian Seputar Indonesia Minggu, rubrik “Klinik Investasi”

Majalah Matra, rubrik “Solusi”


Media Elektronik:

Radio Indika 91,6 FM Jakarta,

Acara “Financial Freedom”

(tiap Rabu pukul 09.00 – 09.30 WIB)

Radio Bahana Metropolitan 101,8 FM Jakarta,

Acara “Potret Kamis”

(tiap kamis pukul 09.00 – 10.00 WIB)

Radio PAS 92,4 FM Jakarta; 106,3 FM Bandung; 104,3 FM Surabaya; dan

106,0 FM Semarang,

Acara “Money & You ”

(tiap Kamis pukul 18.00 – 19.00 WIB)

Bisnis inspirasi bisnis motivasi bisnis
Posting Komentar
komentar teratas
Terbaru dulu
Daftar Isi
Tautan berhasil disalin.